k08 beny orasi pen madya

Upload: beny

Post on 07-Apr-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    1/31

    KEMENTERIAN KEHUTANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

    BALAI PENELITIAN KEHUTANAN SOLO

    PRESENTASI KARYA ILMIAHPENGUKUHAN PENELITI UTAMA

    PERAN PEDOLOGI DAN PENGINDERAAN JAUHDALAM PERENCANAAN DAN MONEV DAS

    Oleh:

    IR. BENY HARJADI, MSC.

    Surakarta, Juli 2011

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    2/31

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    3/31

    iii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Sebaran dan Perubahan Penutupan Lahan di DAS Benain-Noelmina ... 4

    Tabel 2. Analisis SES untuk Prioritas Suatu Sub DAS di Benain-Noelmina ......... 7

    Tabel 3. Analisis MMF untuk Prioritas Sub DAS di Benain-Noelmina..................... 8

    Tabel 4. Kerentanan Ekosistem Hutan di TN Baluran ............................................. 10

    Tabel 5. Beberapa Parameter SISKARDAS yang dapat dianalisis denganPenginderaan Jauh dan yang Harus dari Pengumpulan Data Lapangan............................................................................................................................ 18

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    4/31

    iv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Perkembangan satelit Penginderaan Jauh dari Sipil ke Militer............ 3

    Gambar 2. Peta Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di DAS Nawagaon-Maskara, Sharanpur, India ........................................................................ 5

    Gambar 3. Peta Nilai Indeks Total dari Semua Parameter Morfometrik di India ... 6

    Gambar 4. Hasil Analisis Kerentanan Tetap di Taman Nasional Baluran ............. 9

    Gambar 5. Analisis Kerentanan Dinamis di Taman Nasional Baluran Tahun 1999...................................................................................................................... 10

    Gambar 6. Analisis Kerentanan Dinamis di Taman Nasional Baluran Tahun 2010

    ...................................................................................................................... 11

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    5/31

    v

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc.Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711

    Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda/ IVc

    Jabatan : Peneliti Madya bidang Pedologi danPenginderaan Jauh

    Riwayat Pendidikan :TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976)SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980)S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987),

    Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9bulan untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND

    S2 : ENGREF (cole Nationale du Gnie Rural, des Eaux et des Forst), JurusanPenginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996)PGD : Post Graduate DiplomePenginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote

    Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Educationin Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations(UN/PBB : PerserikatanBangsa-Bangsa), Dehradun INDIA (2005).

    Riwayat Pekerjaan :1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989).2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai

    Teknologi Pengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998.3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai

    Teknologi Pengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001.4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (BalaiLitbang Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005.

    5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (BalaiPenelitian Kehutanan) Solo, 2006

    Riwayat Organisasi :1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 1985)2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 1983)3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)

    Penghargaan :1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004

    Alamat Penulis :

    1.Kantor

    : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. JawaTengah, Telp/Fax : 0271716709, 715969. E-mail: [email protected]. Rumah: Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII,

    Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657,E-mail : [email protected]

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    6/31

    vi

    KATA PENGANTAR

    0!$q9$m9$BISMILLAHIRROHAMNNIRROHIIMAssalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

    Yang terhormat Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I) Prof.Riset DulsalamYang terhormat Bapak Kepala BPK (Balai Penelitian Kehutanan) SoloYang terhormat Bapak Kepala BPK (Balai Penelitian Kehutanan) CiamisYang terhormat Para PenelitiYang terhormat Para Pejabat StrukturalYang terhormat Para TeknisiYang terhormat Para Tamu UndanganYang terhormat Rekan-rekan sejawat dan Para Hadirin

    Segala puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allat Swt yang telahmelimpahkan banyak kenikmatan, nikmat sehat, nikmat sempat dan nikmatiman. Terbukti Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian dapat menghadiri presentasiilmiah yang sangat terhormat yaitu upacara pengukuhan saya sebagai PenelitiUtama di bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh. Selanjutnya perkenankanlahsaya menyampaikan paparan tulisan saya yang berjudul :

    PERAN PEDOLOGI DAN PENGINDERAAN JAUHDALAM PERENCANAAN DAN MONEV DAS

    Ir. Beny Harjadi, MSc.19610317.199002.1.001

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    7/31

    1

    I. PENDAHULUAN

    Pengelolaan suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan pengelolaandalam satu kesatuan wilayah yang dibatasi oleh punggung bukit ataupegunungan. Pengelolaan DAS ini sangat penting mengingat hasil air yang

    keluar pada outlet ditentukan dari pengelolaannya. DAS yang dikelola secarabaik maka hasil airnya akan baik pula yang ditunjukkan dari tingkat kuantitas,kualitas dan kontinyuitas air sungai. Kuantitas artinya secara jumlah air sungaimencukupi untuk kebutuhan rumah tangga, industri dan pengairan tanamanpertanian, secara kualitas air tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarnadengan pH kemasaman netral, dan kontinyuitas sepanjang tahun ada terus,artinya tidak pernah kekeringan dan tidak pernah banjir. Secara lingkungansebenarnya pengelolaan DAS dapat dipakai sebagai indikator apakahPemerintah Daerah serius dalam pengelolaan wilayah. Sehingga pada daerahyang kurang baik pengelolaan DAS nya seharusnya sebagai cermin bahwapejabat di daerah kurang serius dalam menanganinya. Pengelolaan DAS perlu

    penanganan secara terpadu, holistik dan integratif.Kondisi setiap Sub DAS selalu dinamis mengalami perubahan baik darilahan, tanaman dan air karena adanya usaha pengelolaan yang dilakukan olehmanusia (faktor manajemen) atau karena perubahan alam (kondisi alami).Perubahan tersebut terutama oleh faktor yang cepat berubah seperti erosi, terasatau bangunan konservasi tanah, dan penutupan lahan (Taiwan, 2001).Perubahan yang lambat berubah atau akan berubah menurut umur geologi lebihdari 100 tahun antara lain faktor tetap seperti bentuk lahan, tipe batuan, jenistanah, dan kemiringan lereng.

    Penginderaan jauh sebagai alat untuk mendeteksi perubahan kondisipenutupan lahan (permukaan bumi) dapat dimaksimalkan untuk memperolehdata dasar pendukung formula analisis karakteristik DAS. Data dasar yang bisadiperoleh dengan alat bantu citra satelit, yang mengandung data digital antaralain yang terkait dengan kondisi fisik lahan seperti kemiringan lereng, arahlereng, dan penutupan lahan data dasar tersebut juga bisa dimanfaatkan untukanalisis hasil erosi kualitatif dan erosi kuantitatif. Penginderaan jauh sangatmembantu terutama pada daerah yang sulit dijangkau yaitu akibat daerahbencana seperti lava panas, kebakaran dan daerah bahaya seperti kalderagunung berapi.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    8/31

    2

    II. PEDOLOGI DAN PENGINDERAAN JAUH (PJ)

    (Masa lalu, Masa sekarang, dan Masa mendatang)

    A. Pedologi dan PJ Masa LaluPedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Didalamnya ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis),morfologi tanah (sifat dan ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah. Istilah inidipinjam dari bahasa Inggris, pedology, yang terbentuk dari dua kata bahasaYunani: pedon ("tanah") dan logos ("lambang", "pengetahuan"). MenurutWikipedia (2011) pedologi merupakan satu dari dua cabang utama ilmu tanah,selain edafologi(ilmu kesuburan tanah).

    Pedologi merupakan ilmu yang mempelajari perkembangan tanah daribatuan induk berubah jadi bahan induk pada setiap pedon maupun polipedon.Tanah mengalami perkembangan umur dari tanah muda seperti Entisols dan

    Inceptisolssampai menjadi tanah tua Oxisolsyang tinggal sedikit bahan tanahyang mudah terlapuk. Dalam ilmu tanah atau Pedologi sebelumnya untukklasifikasi tanah menggunakan Sistem Dudal dan Soepraptohardjo (1957 dan1961), kemudian menggunakan Modifikasi (1978 dan 1981), FAO/Unesco(1970), USDA Soil Taxonomy (1975, dan 1999).

    Pengertian Penginderaan jauh diartikan ilmu dan seni untuk memperolehinformasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisa datayang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadapobyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Sutanto, 1994b). Pada masa lalupenginderaan jauh baru menggunakan balon udara, pesawat terbang ataupengambilan gambar dari tempat ketinggian tertentu. Penginderaan jauh padasaat itu hanya diperuntukkan bagi militer untuk invasi wilayah atau penguasaanwilayah.

    B. Pedologi dan PJ Masa SekarangMengingat sistem Dudal dan Soepraptohardjo dan sistem penamaan

    nama tanah lainnya selain USDA tidak konsisten pada tingkatan dan tidakberlaku pada tataran internasional, maka metode penamaan tanah tersebut tidakberkembang. Sedangkan sistem yang dikembangkan oleh USDA Soil Taxonomi(1999) berlaku internasional dan runtut dari tingkatan tertinggi Ordo, Sub-ordo,Great-group, Sub-Group, Family, dan Seri, seperti misalnya Bobonaro TypicTropusterts.

    Perkembangan penginderaan jauh sekarang tidak hanya di kalanganmiliter tetapi sudah merambah pada kalangan sipil dan di berbagai negara,misalnya Jepang dengan JERS (Jepan Remote Sensing), India dengan IRS(India Remote Sensing), Perancis dengan SPOT (Satellites Pour l'Observationde la Terre), Amerika dengan Landsat (Land Satelit), dll.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    9/31

    3

    C. Pedologi dan PJ Masa MendatangPedologi masa mendatang sangat diperlukan, karena keterbatasan

    lahan yang produktif dan terdesak oleh peningkatan penduduk serta kerusakanlahan yang akan semakin meningkat dengan cepatnya pertambahan pendudukdi masa mendatang. Sehingga pada tanah-tanah yang muda dan memiliki

    tingkat kesuburan yang tinggi seperti Inceptisols dan Mollisols hanyadiperuntukkan untuk pertanian dengan nilai komoditi yang tinggi. Sedangkanpada tanah tua dan tidak subur lagi maka ini perlu dikelola dengan hati-hatiseperti pada lahan yang miring atau jenis tanah Oxiosols. Sehingga dalamsurvai evaluasi lahan sangat penting menetapkan tingkat kelas KemampuanPenggunaan Lahan (KPL) atau Land Use Capability (LUC) dari kelas I lahanyang paling baik dan sampai kelas VIII yang paling buruk dan perluperlindungan. Untuk memingkatkan produktivitas tanaman agar tanaman cocokpada lahan yang sesuai maka perlu dilakukan pengkelasan Land Use Suitibility(LUS) atau Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) dari sangat sesuai (S1), sesuai (S2),sesuai marjinal (S3) sampai tidak sesuai (N)

    Penginderaan Jauh dari militer ke sipil masa mendatang akan sangatmembantu dalam berbagai bidang teknologi baik untuk tambang alam,perikanan, dan kehutanan (Gambar 1). Dalam hal ini penginderaan jauh dapatdipakai untuk menghitung daerah yang sulit dijangkau, daerah berbahaya sepertibekas letusan atau tsunami, dan beberapa daerah yang mengalami perubahansecara cepat dan ekstrim. Dengan perkembangan teknologi satelit denganrosulusi tinggi seperti Ikonos, Quick bird yang dapat memotret obyek terkecilukuran 1 m, sehingga akan lebih mudah mengenali jenis benda. Begitu jugadengan adanya citra satelit dengan band atau skene yang berlapis-lapis dari 9kanal seperti Landsat TM7+ sampai dengan ratusan kanal seperti MODIS, makaakan mampu menghitung atau menganalisis diluar jangkauan mata manusia

    normal yang hanya mampu mendeteksi obyek dari 0,4 m sampai 0,7 m sepertipada sinar tampak.

    Gambar 1. Perkembangan Satelit Penginderaan Jauh dari Sipil ke Militer

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    10/31

    4

    III. HASIL PENELITIAN PEDOLOGI DAN PENGINDERAAN JAUH

    A. Analisis Perubahan Penutupan LahanDari hasil penelitian Harjadi et.al, 2006 yang berjudul Aplikasi

    Penginderaan Jauh dan SIG untuk Monitoring dan Evaluasi DAS diperoleh hasilanalisis perubahan penutupan lahan dengan citra satelit Landsat tahun 2005 dan1999 seperti pada Tabel 1.

    Tabel 1. Sebaran dan Perubahan Penutupan Lahan di DAS Benain-Noelmina

    PENUTUPANLAHAN

    CS-2005-MHMUSIM

    PENGHUJAN

    CS-1999-MKMUSIM

    KEMARAU

    BEDA LUAS+ Penambahan- Pengurangan

    Savana 165986,82 184506,4 -18519,6

    Hutan agak rapat 114012,81 6856,4 107156,4

    Hutan jarang 92796,84 40070,1 52726,7

    Tegalan 68255,73 45551,1 22704,6Tanah terbuka_1 43955,37 88818,4 -44863,0

    Tanah terbuka_2 33355,89 163549,8 -130194,0

    Sawah 25912,89 14682,9 11230,0

    Tubuh air 8053,11 6264,1922 1788,9

    Sungai 763,47 2690,9 -1927,4

    Awan 234,45 337,1 -102,7

    Hasil analisis perubahan penutupan lahan yang ditampilkan merupakan

    dua analisis keadaan penutupan lahan pada musim penghujan dan musimkemarau. Pengaruh tersebut tidak hanya disebabkan oleh perbedaan musim,tetapi juga oleh perbedaan tahun pengambilan gambar, yaitu untuk musimkemarau digunakan citra satelit Landsat tahun 1999 dan untuk musim penghujanmenggunakan citra satelit terbaru yaitu tahun 2005.

    Sebagian mengalami penurunan (-) dan sebagian lainnya mengalamipenambahan (+). Penurunan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupanlahan savana, sungai, dan tanah terbuka, sebaliknya yang mengalamipenambahan yaitu untuk kelas penutupan lahan hutan agak rapat dan jarang,sawah, tegalan dan tubuh air.

    B. Analisis Kemampuan Penggunaan LahanHarjadi (2007) pada tulisan jurnal Forum Geografi UMS yang berjudul

    Aplikasi Penginderan Jauh dan SIG Untuk Penetapan Tingkat KemampuanPenggunaan Lahan (KPL) mengemukakan bahwa KPL dengan faktor lerengdari datar sampai terjal yaitu dari kelas II sampai VIII. Kelas KPL VIII yang palingluas pada lahan dengan kemiringan lereng terjal (>50%) yaitu seluas 569.78 ha,dan tersempit pada kondisi lereng curam (15 25%) yaitu seluas 0.01 ha.Sedangkan KPL lereng kelas II yang terluas pada lereng agak miring (1 3%)yaitu seluas 1503.5 ha, dan tersempit pada lereng agak curam (10-15%) seluas

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    11/31

    5

    0.1 ha. Daerah bawah atau lahan datar memiliki KPL II dan III sebaliknya padadaerah yang curam memiliki KPL VII dan VIII. Dimana kelas KPL IV terletakpada lahan pertanian, antara lain untuk gandum, tebu, dimana kelas lebih dari VIdiperuntukkan untuk tanaman permanen berupa hutan (Gambar 2). Sehinggauntuk KPL kelas I yang tidak mempunyai faktor penghambat sebaiknya

    dimaksimalkan untuk usaha tani intensif hortikultur yang memiliki ekonomi tinggi,sedangkan KPL VIII sebaiknya hanya untuk hutan lindung yang tidak bolehdijamah atau diproduksi.

    Gambar 2. Peta Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di DAS Nawagaon-

    Maskara, Sharanpur, India

    C. Morfometrik DASDari penelitian Harjadi (2005) di Saharanpur-India yang berjudul Terrain

    Chracterization and Soil Erosion Risk Assessment for Watershed PrioritizationUsing Remote Sensing and GIS. A Case Study of Nawagaon Maskara RaoWatershed, Saharanpur, India dalam penghitungan morfometrik DASdibutuhkan beberapa parameter, antara lain : Rasio Bifukarsi (BifurcationRatio,BR), Perimeter (P), Luas (Area, A), Panjang cabang sungai (Stream oflength, SL), Jumlah sungai (Number of length, Nu), Panjang sub DAS (Basin

    length, BL), Rasio relief (Relief ratio, RR), Kerapatan drainase (Drainage density,DD), Frekuensi drainase (Drainage frequency, DF), Rasio Elongasi (Elongationratio, ER), Faktor bentuk (Form factor, FF), Rasio Sirkulasi (Circulatory ratio,CR),Lebar sub DAS (Basin width,BW), Indeks Bentuk (Shape index, SI), Konstantabangunan saluran (Constant of channel maintenance,CM), dan Jumlah rugged(Ruggedness number,RN).

    Untuk menetapkan prioritas Sub DAS diperlukan beberapa parameterantara lain : BR, RR, DD, DF, ER, FF, CR, dan rata-rata dari nilai indeks total

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    12/31

    6

    9: NW

    10: MR

    11: CH

    5: GR2: KH

    3: BR

    1: TF

    4: SB

    6: SH

    7: ST8: KR

    atau parameter gabungan (compound parameter, CP). Setiap parameterdiberikan nilai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi yaitu dari nilai 1sampai 11 untuk parameter gabungan : DD, FF, CR, ER, nilai kebalikan dariyang terbesar ke yang terkecil untuk parameter gabungan dengan nilai dari 11sampai 1 untuk : BR, DF, RR. Parameter gabungan dihasilkan dari perhitungan

    secara umum dari semua komponen, dan diberi nilai pertama untuk prioritas CPtertinggi dan diberikan nilai terakhir untuk nilai CP terendah.Dari perhitungan indeks morfometrik untuk tiap-tiap Sub DAS,

    selanjutnya dapat disimpulkan bahwa prioritas pertama jatuh pada Sub DASNawagaon Rao (NR) dan yang terakhir Sub DAS Galr Rao (GR). Secarakeseluruhan untuk 11 Sub DAS dari prioritas pertama secara berurutan sebagaiberikut : Nawagaon Rao (NW), Maskara Rao (MR), Sahansra Thakur (ST),Kharonwala Rao (KH), Sarbar Rao (SB), Shakumbari Rao (SH), Barkala Rao(BR), Kahan Rao (KR), Track Fallows (TF), Chamarla Rao (CH), dan Galr Rao(GR).

    Gambar 3. Peta Nilai Indeks Total dari Semua Parameter Morfometrik di India

    Nilai tertinggi indeks total adalah 8 dan terendah 4.9, denganmeningkatnya nilai value yang semakin tinggi selanjutnya akan menjadi prioritasutama, sebaliknya dengan meningkatnya nilai yang rendah akan menjadiprioritas yang terakhir (Gambar 3).

    8.0

    7.4

    6.8

    6.1

    5.5

    4.9

    N

    0 10 km

    PETA 11 SUB DAS

    MORFOMETRIK

    Legend

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    13/31

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    14/31

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    15/31

    9

    Gambar 4. Hasil Analisis Kerentanan Tetap di Taman Nasional Baluran

    G. Analisis Kerentanan DinamisDari hasil penelitian Harjadi et.al (2010) yang berjudul Analisis

    Kerentanan Tumbuhan Hutan Akibat Perubahan Iklim (Variasi Musim & CuacaEkstrim) dengan citra satelit Landsat bahwa status kerentanan diperoleh kelaskerentanan dengan nilai maximal 150 dan minimal 0 yang diklasifikasikan dalam5 kelas yaitu; sangat rentan, rentan, sedang, tahan dan sangat tahan. Penilaiankerentanan TN Baluran terhadap perubahan iklim dilakukan dengan melihatfaktor dinamis dan tetap. Kerentanan tetap merupakan kerentanan dari faktordengan kondisi asli (kontrol), sedangkan kerentanan dinamis merupakankerentanan dari faktor berubah yang terpengaruh kondisi dari luar. Faktor tetapterdiri dari kelerengan, kemiringan dan ketinggian, sedangkan faktor dinamisadalah indeks kehijauan dan SBI. Tabel analisis perubahan kondisi kerentanandi TN Baluran ditunjukkkan pada Tabel 4.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    16/31

    10

    Tabel 4. Kerentanan Ekosistem Hutan di TN Baluran

    LUASKERENTANAN (ha)

    PERUBAHANKERENTANAN

    DESKRIPSI KD KLS KRD99 KRD10 KRT99-KRT

    10-KRT 10-'99

    Sgt Tahan SR 1 0 0 2.845 -11,38 -11,38 0Tahan R 2 105 0 15.160 -60,22 -60,64 -0,42

    Sedang S 3 21.190 9.600 5.080 64,44 18,08 -46,36

    Rentan T 4 3.705 14.970 1.662,5 8,17 53,23 45,06

    Sgt Rentan ST 5 0 430 252,5 -1,01 0,71 1,72

    Kerentanan tetap menujukkan bahwa 60.64% kawasan TN Baluran

    tergolong tahan. Ekosistem hutan yang tergolong tahan-sangat tahan terdapat dihutan dataran rendah, hutan pantai dan mangrove, rentan-sangat rentanterdapat di hutan dataran tinggi sebesar 7.66% dan kerentanan sedang terdapatdi sebagian hutan dataran tinggi, dataran rendah dan sedikit di hutan tanaman

    dengan prosentase sebesar 20.23%. Kerentanan dinamis tahun 1999 di TNBaluran dapat dilihat pada Gambar 5.

    Kerentanan dinamis pada tahun 1999 tergolong tahan-rentan. Sebesar84.74% tergolong sedang yang tersebar di seluruh kawasan, sedangkan rentansebesar 14.82% terdapat di hutan tanaman, savana dan sedikit di mangrove.

    Gambar 5. Analisis Kerentanan Dinamis di Taman Nasional Baluran Tahun 1999

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    17/31

    11

    Kerentanan dinamis tahun 2010 tergolong sedang-sangat rentan.Sebesar 59.88% tergolong rentan yang terdapat di hutan dataran rendah, hutanmangrove, savana dan evergreen forest, dan sedikit di dataran tinggi.Kerentanan sedang sebesar 38.40% terdapat di hutan dataran tinggi, dataranrendah, mangrove, sedangkan kondisi sangat rentan terdapat di hutan dataran

    tinggi sebesar 1.72% Dalam kurun 11 tahun telah terjadi peningkatan staruskerentanan dari sedang menjadi rentan sebesar 45.06%. Kerentanan dinamistahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Analisis Kerentanan Dinamis di Taman Nasional Baluran Tahun 2010

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    18/31

    12

    IV. KONTRIBUSI DALAM PERENCANAAN DAN MONEV DAS

    A. Perencanaan dan Monev DAS (Daerah Aliran Sungai)a. Perencanaan Daerah Aliran Sungai

    Setiap pengeleloaan DAS (Daerah Aliran Sungai) perlu perencanaanyang matang dari perencanaan jangka pendek (1 tahun), menengah (5 tahun)dan jangka panjang (25 tahun). Mengingat pengelolaan DAS kompleks makaperlu adanya upaya perencanaan yang terpadu dari berbagai sektor, holistikdari hulu ke hilir, integratif melibatkan berbagai disiplin ilmu. Hal tersebutkarena setiap DAS terdapat berbagai aspek kehidupan baik yang abiotik(lahan, air dan iklim) dan biotik(hewan/fauna, tumbuhan/flora dan manusia),sehingga ada faktor sumberdaya lahan (SDL), sumberdaya air (SDA),sumberdaya manusia (SDM) mencakup Soseklembud (Sosial, Ekonomi,Lembaga dan Budaya). Perencanaan yang baik belum tentu hasilnya baik,apalagi perencanaan yang kurang baik dipastikan hasilnya pasti tidak baik.

    b. Monitoring dan Evaluasi DASBerkenaan dengan pentingnya perencanaan, maka tidak kalah penting

    juga adalah perlu adanya pengawasan atau pengamatan rutin (Monitoring)dan selanjutnya di Evaluasi apakah sudah sesuai dengan rencana atau tidaktercapai sama sekali. Sehingga pada saat Monev perlu ada penilaian yangtegas terhadap pelaksanaan pengelolaan DAS apakah dalam kategori nilai A(tujuan tercapai sesuai rencana), B (tujuan tercapai tapi kurang sempurnaperlu ada perbaikan), C (tidak tercapai perlu ada revisi), D (gagal total karenatidak tercapai tujuan sama sekali). Mengingat perencanaan dilakukan secaraberjangka, maka Monev pun juga demikian harus ada jangka pendek (1tahun), menengah (5 tahun) dan panjang (25 tahun). Monev ini sangatpenting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan yang berkepanjangan dankedepannya akan semakin baik dalam pengelolaan DAS.

    B. Peran Pedologi dalam Perencanaan dan Monev DASPeran pedologi atau ilmu perkembangan tanah ini sangat penting

    karena sangat berpengaruh terhadap sifat dan karakter suatu DAS apakahmudah terjadi erosi (erosif) dengan kemudahan tanah tererosi (K=ErodbilitasTanah/ Soil Erodibility), atau seberapa besar lahan boleh terjadi erosi(T=Toleransi Erosi/Tolerable Soil Loss). Tanah yang marjinal atau tandustidak selalu mudah terjadi erosi, seperti tanah dangkal pada ordo Entisolskarena sedikti tanah maka hampir tidak ada yang tererosi. Sebaliknya tanahyang subur dan tebal seperti tanah ultisolsdi DAS Keduang justru ini menjadipenyumbang erosi terbesar di waduk Gajah Mungkur, seperti halnya tanahsuburAndisolsdan Inceptisolsdi daerah Dieng yang mencapai 180 ton/ha/th.

    a. PedologiPerkembangan tanah dimulai dari batuan induk (R) yang melapuk

    menjadi bahan induk (C) dan lama-lama menjadi tanah lapisan bawah (B)

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    19/31

    13

    yang kurang terhadap pengaruh luar sinar matahari, hujan dan pengolahanlahan dan lapisan atas atau top soil (A).Tanah bersifat dinamis dan selalumengalami perubahan dari waktu ke waktu yaitu dari tanah muda (Entisols)menjadi tanah tua (Oxisols). Begitu juga mengalami perubahan dari tanahnetral (Inceptisols) menjadi masam (Ultisols) seperti pada hutan Pinus, atau

    tanah menjadi basa pada daerah berkapur (Alfisols) seperti pada hutan jati.Sehingga perkembangan tanah akibat tekanan perubahan iklim atau faktorlain seperti perusakan oleh hewan atau manusia akan berpengaruh terhadapperubahan sifat fisik dan kimia tanah.

    b. Survai ISDLBerkenaan dengan sifat dinamis dari lahan pada suatu DAS maka

    perlu dilakukan survai ISDL (Inventarisasi Sumber Daya Lahan) setiapperidoe tertentu. Menurut Fletcher (1990) survai ISDL dengan mengmpulkandata biofisik dari parameter tetap (landform/bentuk lahan, rock/tipe batuan,soil/jenis tanah, dan slope/kemiringan lereng) dan paramter berubah

    (erosion/erosi, terreacces/konservasi tanah, land use/penutupan lahan, danLUC=Land Use Capability/kemampuan penggunaan lahan).

    c. Survai Bonita, KPL dan KKLSurvai peninggi tanaman hutan (bonita) yang diukur setiap petak ukur

    permanen (PUP) dengan mengukur diameter setinggi dada dan tinggi pucukpohon dengan ukuran 0,1 ha atau radius keliling 17,8 m. Bonita memiliki nilaiantara 1 sampai 5 tergantung umur dan vigor pertumbuhan batang, semakintinggi bonita (5) maka semakin baik, dan rata-rata bonita berkisar 3. Namunbonita tidak bisa dihitung selama lahan belum ada tanaman hutan, untuk ituperlu dilakukan pendekatan dengan mengetahui nilai KPL (KemampuanPenggunaan Lahan) dan KKL (Kelas Kesesuaian Lahan/LUS=Land UseSuitibility) KPL memiliki kelas dari kelas I sampai VIII yaitu untuk kelas I padasawah irigasi yang panen 3 kali setahun dan kelas VIII untuk hutan lindungpada lahan miring, marjinal atau green belt. Sehingga dengan semakintingginya KPL maka bonitanya semakin baik pula dengan catatan KKL padatingkat sesuai. Disini KKL memili kelas dari sangat sesuai (S1), sesuai (S2),sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N).

    C. Peran Penginderaan Jauh dalam Perencanaan dan Monev DASPeran PJ (Penginderaan Jauh) sangat penting dalam membantu

    perencanan dan monev DAS, hal tersebut mengingat areal yang sangat luasdan beberapa tempat kadang sulti dijangkau. Penginderaan jauh dapatmenggunakan foto udara (peride perbaruan data 10 tahunan) atau dengancitra satelit (perbaruan data setiap bulan).

    a. Penginderaan JauhPenginderaan jauh merupakan pengambilan gambar pada suatu

    obyek (muka bumi) dengan menggunakan balon udara, pesawat atau dengansatelit tanpa menyentuh obyek secara langsung. Semakin rendah

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    20/31

    14

    penerbangan maka resolusi semakin tinggi (obyek jelas) dan semakin tinggipenerbangan maka resolusi semakin rendah karena skala semakin kecil.Untuk satelit semakin tajam resolusi fokus lensa obyektif maka ukuran pikselsemakin kecil (1 m) seperti pada satelit Quick bird atau Ikonos dan obyeksemakin besar, sebaliknya semakin kecil resolusi maka ukuran piksel

    semakin besar (1 km) seperti pada citra satelit NOAA. Penginderaan Jauh :Remote Sensing, lebih dikenal dengan istilah Teledetection (Perancis), danFernerkundung (Jerman), merupakan upaya memperoleh informasi tentangobjek dengan menggunakan alat yang disebut sensor (alat peraba), tanpakontak langsung dengan objek. Sistem Informasi Geografis (SIG) :Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi khusus yangmengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).Sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan,mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis.

    b. Analisis Penginderaan JauhDalam menganalisis penginderaan jauh diperlukan kecakapan khususyaitu SDM yang handal dengan latar belakang penginderaan jauh, alat(komputer, scanner, dan plotter) yang memadai dengan software danhardware yang mutakhir. Analisis PJ lebih banyak menggunakan analisisraster, dan berbeda untuk penampilan hasil pemetaan yang lebih banyakmenggunaka vektor pada pemetaan SIG (Sistem Informasi Geografis).

    i. Koreksi RadiometrikRadiometrik merupakan sinyal pantulan dari matahari yang mengenai

    obyek muka bumi dan ditangkap satelit dengan nilai dari 0 sampai 255. Padacitra Landsat TM dengan band/kanal/layer 9 lembar kadang ada gangguanstripping (garis) yang harus dilakukan koreksi radiometrik untukmenselaraskan sinyal pantulan. Sedangkan gangguan awan atau salju jikakurang dari 10% total scene (lembar citra satelit) dapat dikoreksi, tetapi jikamelebihi 10% maka citra satelit masuk kategori jelek atau tidak bisa dipakai.Koreksi radiometrik ini perlu dilakukan jika mau melakukan kalkulasi secaramenyeluruh pada perhitungan klasifikasi berbantuan (supervisedclassification) dan NDVI (Normalization Differential Vegetation Index) danperhitungan indeks-indeks yang lain. Koreksi radiometri ditujukan untukmemperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya, biasanyamempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahanutama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumiyang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapimenjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karenaproses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untukmenghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram(histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan.(Projo Danoedoro, 2003).

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    21/31

    15

    ii. Koreksi Geometrik

    Koreksi Geometrik dilakukan saat menerima citra satelit yang masihmentah biasanya belum ada informasi koordinat geografis. Agar citra satelittersebut dapat ditumpangtindihkan (overlay) dengan peta-peta lainnya maka

    perlu dilakukan koreksi keruangan (geometrik). Koreksi geometrik dapatdilakukan antara citra satelit dengan citra yang sudah dikoreksi pada lokasi yangsama, atau dengan peta RBI (Rupa Bumi Indonesia). Koreksi ini mutlakdilakukan sebelum memulai melakukan analisis selanjutnya, jika tidak maka citrasetelit ini tidak bisa dipadukan dengan citra atau peta-peta lainnya.

    Ketika akurasi area, arah dan pengukuran jarak dibutuhkan, citramentah harus selalu diproses untuk menghilangkan kesalahan geometrik danmerektifikasi citra kepada koordinat sistem bumi yang sebenarnya. Dengan citrasatelit, sebagai contoh kesalahan-kesalahan itu didahului oleh beberapa faktorseperti, putaran (roll), gerak anggukan (pitch) dan penyimpangan dari garis lurus(yaw) platform satelit dan kelengkungan bumi. Untuk mengoverlaikan atau

    memosaik citra dalam ERMapper, citra tersebut harus berada pada systemkoordinat yang sama. Koordinat umumnya adalah dapat berupa "raw" (belumterkoreksi), atau sistem proyeksi peta dunia yang sebenarnya.

    Sebuah Ground Control Point (GCP) adalah sebuah titik di permukaanbumi dimana antara koordinat citra diukur dalam baris dan kolom dan proyeksipeta (diukur dalam derajat latitude-longitude, meter atau feet) dapat diidentifikasi.Rektifikasi adalah proses penggunaan GCP untuk transformasi geometri citrasehingga masing-masing pixel terkait dengan sebuah posisi di sistem koordinatbumi sebenarnya (seperti latitude/longitude atau easting/northing). Proses inikadang disebut dengan "warping" atau 'rubhersheeting" karena data citradirentangkan atau dirapatkan sesuai keperluan untuk menyesuaikan dengan gridpeta bumi atau sistem koordinat.

    Ortorektifikasi adalah bentuk lebih akurat dari rektifikasi karenamengambil penghitungan sensor (kamera) dan karakteristik platform (pesawatterbang). Ini khusus direkomendasikan untuk foto udara. Ortorektifikasi dicakupterpisah di dalam `Image orthorectification'.

    Registrasi adalah penyesuaian sederhana dua citra sehingga merekadapat dioverlai atau superimpose untuk perbandingan. Dalam kasus ini, citratidak harus direktifikasi ke dalam proyeksi peta (mereka dapat berada dalamsistem koordinat `raw').

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    22/31

    16

    ERMapper Rectification utilities biasanya sering digunakan untukmelaksanakan empat jenis operasi yang berbeda.

    Image to map rectification menggunakan polynomial (titik kontrol) ataugeocoding linieruntuk merektifikasi sebuah citra ke dalam sebuah datum danproyeksi peta menggunakan GCP

    Image to image rectification menggunakan polynomial (titik kontrol) ataugeocoding linier untuk merektifikasi satu citra ke citra yang lainnyamenggunakan GCPMap to map transformation, mentranformasikan sebuah citra yang sudahdirektifikasi dari satu datum/proyeksi peta ke datum/proyeksi peta lainnya.Image rotation, merotasikan sebuah citra kedalam beberapa derajat

    iii. Klasifikasi Tak BerbantuanKlasifikasi tak berbantuan (unsupervised classification) yaitu klasifikasi

    penutupan lahan (land use/land cover) dapat dilakukan secara otomatis dari

    komputer dengan menetapkan berapa kelas dalam satu scene citra satelityang dikehendaki dalam kelompok cluster-cluster. Dari hasil clustertersebutselanjutnya diberi nama sesuai kelas penutupan lahannya. Kelemahan darimetode ini karena tidak ada bantuan dari ktia sebagai operator maupunanalis PJ maka akan banyak terjadi OMISI (obyek yang seharusnya masukdalam kelas penutupan tertentu tetapi dikeluarkan) dan KOMISI (obyek yangseharusnya tidak masuk dimasukkan dalam kelas).

    iv. Klasifikasi BerbantuanKlasifikasi berbantuan (supervised classification) merupakan klasifikasi

    penutupan lahan yang menggunakan bantuan ktia sebagai operator atauanalis setelah mendapatkan informasi atau data dari lapangan. Denganmengetahui kondisi lapangan dan ada andil dari ktia maka akan dapatmengurangi besarnya omisi dan komisi sehingga dapat ditingkatkanakurasinya > 80%. Jika tingkat akurasi kurang dari 80% maka klasifikasiberbantuan harus diulangi lagi.

    v. Perhitungan Erosi Kualitatif SESPerhitungan erosi dengan analisis citra satelit, khususnya untuk

    membantu perencanaan jangka panjang dapat dilakukan dengan analisiskualitatif. Analisis kualitatif dengan metode SES (Soil Erosion Status)dengan mempertimbangkan 5 faktor antar lain (Singh, 2003) : kemiringanlereng, arah lereng, drainase, tekstur tanah dan penutupan lahan. Masing-masing dikelaskan dan dijumlahkan sehingga diperoleh kelas SES dari yangerosi sangat ringan (1) sampai erosi sangat berat (5)

    vi. Perhitungan Erosi Kuantitatif MMFBegitu juga kelas erosi dari kelas sangat ringan (1) sampai sangat

    berat (5) juga berlaku bagi perhitungan erosi secara kuantitatif. Perhitunganerosi kuantitatif dengan metode MMF (Morgan, Morgan, dan Finney, 1984)

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    23/31

    17

    berlaku untuk perencanaan jangka pendek, sehingga perlu ditunjukkan angkapastinya. Angka erosi untuk perhitungan MMF (Morgan et.al.,1984) antaralain : erosi sangat ringan (0 5 t/ha/th), ringan (5 10 t/ha/th), sedang (10 25 t/ha/th), berat (25 50 t/ha/th) dan sangat tinggi (> 50 t/ha/th).

    vii. Kerentanan Tetap (KRT)Dengan adanya perubahan iklim atau adanya tekanan dari faktor luarlainnya baik dari gangguan manusia atau hewan, maka akan mempengaruhikerentanan di suatu wilayah. Namun dari satu wilayah ke wilayah lainmemiliki karakter dasar yang berbeda yang disebut dengan KRT (KerentananTetap). Kalau secara alami kondisi asli suatu wilayah memiliki KRT yangtinggi maka dengan gangguan sedikit saja maka akan terganggu (rentan),sebaliknya untuk daerah dengan KRT yang tahan maka dengan gangguanyang besar tidak terlalu berpengaruh. KRT dihitung berdasarkan dari sifatdasar tetap yang sulit berubah antara lain faktor kemiringan lereng (slope),arah lereng (aspect) dan ketinggian tempat (altitude). Perhitungan ini

    dilakukan dengan menggunakan citra satelit radar SRTM (Shuttle RadarTopographic Mission).

    viii. Kerentanan Dinamis (KRD)Kerentanan yang sifatnya berubah secara cepat karena pengaruh luar

    disebut KRD (Kerentanan Dinamis). Perubahan ini (CSSTEAP, 2005)dipengaruhi oleh faktor iklim (WI=Wetness Index) yang berpengaruh padalahan (SBI=Soil Brightness Index) dan tanaman (GI=Greenness Index).Dengan perhitungan analisis citra satelit Landsat maka dapat diperoleh nilaiKRD yang dapat dikelaskan dari sangat tahan (1), tahan (2), sedang (3),rentan (4) dan sangat rentan (5).

    ix. Peran PJ untuk Perencanaan dan Monev DASPenginderaan jauh sebagai alat dengan teknologi mutakhir memiliki

    beberapa keterbatasan yaitu beberapa parameter fisik di lapangan tidak bisadideteksi atau diformulasikan berdasarkan data digital dari citra satelit.Begitu juga beberapa parameter fisik perlu dibantu dari data penginderaan

    jauh dengan skala yang besar atau resolusi yang lebih rapat dengan bantuanfoto udara.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    24/31

    18

    Berikut beberapa parameter fisik yang dapat dihitung dengan analisisdan interpretasi dari citra satelit dan sebagian parameter tidak dapat dihitungdari formulasi citra satelit atau dari foto udara (Tabel 5).

    Tabel 5. Beberapa Parameter SISKARDAS yang dapat dianalisis dengan

    Penginderaan Jauh dan yang Harus dari Pengumpulan Data LapanganINDERAJAPARAMETERSiskardas Foto

    UdaraCitra

    Satelit

    Survai

    I. POTENSI BANJIR

    A. Estimasi (100%)

    1. ALAMI (60%)

    a. Hujan harian maksimum rata-rata padabulan basah (mm/hari) [35%]

    b. Bentuk DAS [5%]

    c. Gradien Sungai (%), (10%)

    d. Kerapatan drainase (5%) e. Lereng rata-rata DAS (%), (5%)

    2. MANAJEMEN (40%)

    a. Penggunaan lahan (40%)

    B. Pengukuran (100%)

    a. Debit puncak spesifik (m3/dt/km2),(100%)

    II. DAERAH RAWAN BANJIR

    1. ALAMI (55%)

    a. Bentuk lahan, (30%)

    b. Meandering, Sinusitas (P) =

    panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus, (5%)

    c. Pembendungan oleh percabangansungai/air pasang, (10%)

    d. Lereng lahan kiri-kanan sungai (%),(10%)

    2. MANAJEMEN (45%)

    a. Bangunan air, (45 %)

    III. KEKERINGAN DAN POTENSI AIR

    1. ALAMI (60%)

    a. Hujan tahunan (mm), (20%)

    b. Evapotranspirasi aktual tahunan (mm),(17.5%)

    c.Bulan kering (< 100 mm/bl), (12.5%)

    d. Geologi, (10%)

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    25/31

    19

    2. MANAJEMEN (40%)

    a. Kebutuhan Air (Indeks Peng Air), 25%

    b. Debit minimum spesifik (m3/dt/km2),(15%)

    IV. KEKRITISAN DAN POTENSI LAHAN1. ALAMI (45%)

    a. Solum tanah (Cm), (10%)

    b. Lereng (%), 15%)

    c. Batuan Singkapan (%), (5%)

    d. Morfoerosi (erosi jurang, tebing sungai,sisi jalan), 10%

    e. Tekstur Tanah terhadap kepekaanerosi, (5%)

    2. MANAJEMEN (55%)

    A. Kawasan Budidaya Pertanian (55%)

    a. Vegetasi Penutup (40%) b. Konsevasi tanah mekanis (15%)

    B. Kawasan hutan dan Perkebunan(55%)

    a. Kondisi vegetasi (45%)

    b. Konservasi tanah (10%)

    V. KERENTANAN TANAH LONGSOR

    1. ALAMI (60%)

    a. Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan(mm/3 hari), (25%)

    b. Lereng lahan (%), (15%)

    c. Geologi (Batuan), (10%) d. Keberadaan sesar/ patahan/ gawir,(5%)

    e. Kedalaman tanah (regolit) sampailapisan kedap, (5%)

    2. MANAJEMEN (40%)

    a. Penggunaan Lahan, (20%)

    b. Infrastruktur (jika lereng

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    26/31

    20

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    PeranPedologi atau perkembangan ilmu tanah sangat penting untukmelihatmemantau/monitoring kondisi lahan pada suatu DAS. Pada DAS yangrentan atau sensitif terhadap tekanan dari luar sehingga menyebabkan degradasi

    dan sedimentasi yang menyebabkan volume sungai dan umur waduk berkurang,perlu menjadikan prioritas utama untuk segera ditangani/dikelola secara intensif.Pada lahan yang sensitif atau mudah terjadi erosi karena tingkat

    erodibilitas yang tinggi (K) dan memiliki nilai toleransi erosi yang rendah (T) perludijadikan prioritas utama, karena pada lahan seperti ini akan meningkatkan TBE(Tingkat Bahaya Erosi) suatu lahan.

    Perhitungan erosi biasa dilakukan dengan prediksi erosi USLE(Universal Soil Loss Equation) A=RKLSCP atau dengan MUSLE (modifikasiUSLE) atau RUSLE (Revisi USLE) namun semuanya baru prediksi, sehinggaperlu dikoreksi dari data lapangan berupa alat drum kolektor erosi yang cukupmemakan biaya yang tinggi dan waktu yang lama. Dengan perkembangan

    penginderaan jauh maka perhitungan erosi secara akurat dapat dilakukandengan analisis citra satelit yaitu dengan perhitungan erosi kualitatif SES danerosi kuantitatif MMF.

    Peran PJ (Penginderaan Jauh) dalam hal ini sangat penting karenadisamping dapat menghitung erosi setiap lokasi satuan lahan pada suatu DAS

    juga dapat dipakai untuk menghitung tingkat kerentanan suatu wilayah. Denganadanya perubahan iklim akibat iklim global (IPPC, 2007) akan berdampak negatifbagi kondisi lahan/alam kita. Sehingga dalam hal ini diperlukan alat yang dapatmemantau perubahan iklim secara periode waktu jangka panjang 10 tahunan, 20tahunan atau 30 tahunan yaitu dengan data citra satelit, karena satelit akanmemotret setiap saat. Perhitungan tingkat kerentanan suatu wialyah dengan PJdapat dianalisis dengan perhitungan KRT (Kerentanan Tetap) dan KRD(Kerentanan Dinamis). Dengan mengetahui kedua kerentanan tersebut makadapat dihitung kerentanan total suatu wilayah dan perubahan yang terjadi jikadibandingkan untuk periode pengambilan citra satelit yang berbeda.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    27/31

    21

    VI. PENUTUP

    Hadirin yang saya hormati, perkenankanlah dalam kesemptan ini sayamenyampaikan ucapan terimakasih kepada :

    1. Pemerintah Republik Indonesia melalui Majelis Ahli Peneliti Utama TP2I

    atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menduduki amanahjabatan sebagai Peneliti Utama dibidang Pedologi dan Penginderaan Jauh.2. Para senior di Kementerian Kehutanan, Guru, Dosen, Rekan seprofesi di

    Puskonser maupun di Puspijak, serta rekan sekerja, para struktural, parateknisi dan seluruh staf di BPK Solo.

    3. Yang tersayang ayahanda Almarhum Soeponodan ibunda Alamrhumah SitiMurbatikahyang telah membesarkan dan banyak mendidik tentangkehidupan. Begitu juga untuk istri tersayang : Moertiani Prasetyaningsihatas doa dan dorongannya serta anak-anakku tersayang : Anantha DhirgaBhinawa, Putri Anindhika Dhelta Benindha, dan Amalia Diajeng Belindayang telah mendukung dan mendampingi dalam perjalanan karier yang

    panjang sampai saat ini.

    Akhirul kalamWabilahitaufiq walhidayah walhamdulillahWassalamualakum warohmatullahi wabarokatuh

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    28/31

    22

    DAFTAR PUSTAKA

    CSSTEAP,2005. Remote Sensing & Geographic Information System, LectureNotes, Module Ii : RS & GIS Applications In Agriculture & Soils, Post

    Graduate Course On Centre for Space Science & TechnologyEducation, In Asia & The Pacifice (CSSTEAP). Indian Institute ofRemote Sensing (National Remote Sensing Agency), Dehradun, India,(Affiliated to The United Nations), IIRS Campus, Dehradun, India

    Danoedoro P., 2003. Multisource Classification For Landuse Mapping Based OnSpectral, Textural and Terrain Information Using Landsat ThematicMapper. Indonesian Journal of Geography Gadjah Mada University.Yogyakarta.

    Fletcher, J.R. 1990., Land Resources Survey of The Wiroko Sub Watershed,Upper Solo Watershed, Central Java.Indonesia.

    Harjadi, B., 2005. Terrain Chracterization and Soil Erosion Risk Assessment forWatershed Prioritization Using Remote Sensing and GIS. A CaseStudy of Nawagaon Maskara Rao Watershed, Saharanpur, India.Tesis Program Diploma di CSSTEAP (Center for Sapce Science andTechnology Education in Asia and The Pacific), IIRS (India Institute ofRemote Sensing), Dehradun, India.

    Harjadi, B., 2007. Aplikasi Penginderan JauhdanSIG Untuk Penetapan TingkatKemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Studi Kasus di DASNawagaon Maskara, Saharanpur-India. Forum Geografi, Vol. 21, No.

    1, Juli 2007: 69 77. UMS. Surakarta

    Harjadi, B., Miardini A., Gunawan, Atmoko B.D., Boediyono A., 2010. AnalisisKerentanan Tumbuhan Hutan Akibat Perubahan Iklim (Variasi Musim& Cuaca Ekstrim). RPI : Adaptasi Bioekologi Dan Sosial EkonomiBudaya Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim (Ekosistem Pantai DanPegunungan). Dep.Hut., Balitbanghut., BPK Solo

    Harjadi, B.,Prakosa, P., Wuryanta A., Wahyuningrum N., Iriyanto Y.W.,Bambang, RWM., Atmoko B.D., 2006. Laporan Hasil PenelitianAplikasi Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Monitoring dan Evaluasi

    DAS , UKP:Sistem Karakterisasi DAS. DepHut., Balitbanghut.,

    BP2TPDAS WIBB., Surakarta

    IPPC. 2007. Impact, adaptation and vulnerability. Contribution of Working GroupII to the Fourth Assessement Report of the Environmental Panel onClimate Change (IPCC). Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutifof, J.P.,van der Linden, P.J. and Hanson, C.E. (eds.). Cambridge UniversityPress, Cambridge, UK. 973 p.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    29/31

    23

    Morgan, R.P.C.., D.D.V. Morgan and H.J. Finney, 1984. A Predictive Model forThe Assessment of Soil Erosion Risk. J. Agric. Engng. Res., 30, 245-253.

    Singh, R. K.. 2003. Soil Conservation Prioritization Based on Erosion Soil Loss

    and Morphometric Analysis Using Remote Sensing and GIS.Agriculture and Soil Davison, IIRS, Dept.of space, Govt. of India.Dehradun. Uttranchal.

    Sutanto, 1994a. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press,Bulaksumur, Jogyakarta.

    Sutanto, 1994b. Penginderaan Jauh Jilid II. Gadjah Mada University Press,Bulaksumur, Jogyakarta.

    Taiwan Roc, 2001. Soil Conservation Practices for Slopelands. Cooperativeagency for this topic; Dept. Soil and Water Conservation, National

    Pingtung University of Science and Technology, Pingtung, Taiwan.

    Wikipedia. 2011. Pedologi. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebashttp://id.wikipedia.org/wiki/Pedologi

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    30/31

    24

    DAFTAR KARYA TULIS ILMIAH

    Basuki, T.M., Indrawati D.R., dan Harjadi B., 2007. Penggunaan Bahan Organikuntuk Perbaikan Produktivitas Lahan Bekas Tambang Kapur. Jurnal

    Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. IV, No.1, Tahun 2007.Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA), Bogor.

    Harjadi B., 2002. Evaluasi Penutupan Lahan pada DAS dengan TeknikPenginderaan Jauh dan SIG. Sylvatropika. Dept Hut, Balitbanghut.

    Harjadi B., 2004. Karakteristik Sumberdaya Lahan Sebagai Dasar PengelolaanDAS di Sub DAS Merawu, DAS Serayu. Jurnal Geografi UniversitasMuhammadiyah Surakarta, Forum Geografi, Vol.18, No.2, Desember2004

    Harjadi B., dan Murtiono U.H., 2000. Pemanfauan Vegetasi dan Kondisi Hidrologidan dengan Citra Satelit di Kalimantan Timur. ForumGeografi

    N0.26/XIV/Juli/2000. UMS. Surakarta, p.11-23.Harjadi B., dan Octavia D., 2007. Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir untuk

    Agrowisata dengan Kaidah Konservasi Tanah. Prosiding SeminarNasional Peningkatan Peran Teknik Pertanian untuk PengembanganAgroindustri dalam rangka Revitalisasi Pertanian. Yogyakarta, 3 Juli2007, Jurusan Teknik Pertanian, Faperta, UGM.

    Harjadi B., dan Subandrio B., 2002. Hati-hati Pengamatan Erosi di Lapangan danPerhitungan Erosi. Sylvatropika. Dept Hut, Balitbanghut.

    Harjadi B., Murtiono U.H., dan Djaingsastro N., 2002. Kajian Konservasi Tanahpada Lahan Keirng Palawija di Sub DAS SAPI Banjarnegara.

    Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan TeknologiPengelolaan Daerah Aliran Sungai, Wilayah Indonesia Bagian Barat,Wonosobo.p.133 - 146

    Harjadi B., Priyono C.N.S., dan Setiaji T., 2001. Deteksi Citra Satelit untukIdentifikasi Lahan Bekas Kebakarn dan Tingkat Kerusakannya.Prosiding Seminar Pengelolaan DAS dalam Kaitannya denganOtonomi Daerah. BTPDAS Surakarta., p.147-160.

    Harjadi B., Priyono, NSP., dan Setiaji S., 2001. Aplikasi Teknik PenginderaanJauh dan SIG untuk Deteksi Lahan Bekas Kebakaran. Sylvatropika,Dept Hut, Balitbanghut.

    Harjadi, B., 2003. Kerusakan dan Kerugian Akibat Kebakaran Hutan.Sylvatropika, Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Populer.

    Harjadi, B., 2005. Deteksi Kekritisan Lahan dengan Penginderaan Jauh danSistem Informasi Geografi (Studi Kasus Lahan Kritis Sub DAS Alang,Wonogiri). Jurnal Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta,Forum Geografi, Vol.19, No.1, Juli 2005.

  • 8/6/2019 k08 Beny Orasi Pen Madya

    31/31

    Harjadi, B., 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Penetapan TingkatKemampuan Penggunaan Lahan (Studi Kaus di DAS NawagaonMaskara, India). Jurnal Geografi Universitas MuhammadiyahSurakarta, Forum Geografi, Vol.21, No.1, Juli 2007

    Harjadi, B., 2007. Perhitungan Erosi Kuantitatif Metode MMF dengan PJ dan SIG

    di DAS Benain-Noelmina, NTT. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan,vol.7, No.2 p128-133

    Harjadi, B., 2008. Perencanaan Jangka Pendek DAS dengan MetodePerhitungan Erosi Kuantitatif dengan Penginderaan Jauh dan SistemInformasi Geografi. Jurnal Ilmu Kehutanan, Vol.II, No.1, Januari 2008,Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

    Harjadi, B., dan Djaingsastro N., 2004. Dampak Konservasi Tanah TerhadapErosi dan Aliran Permukaan Pada Pertanian Lahan Kering diBanjarnegara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. I,No.04, Tahun 2004. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

    (P3HKA), Bogor.Harjadi, B., Prakosa D., dan Wuryanta A., 2007. Analisis Karakteristik Kondisi

    Fisik Lahan DAS dengan PJ dan SIG di DAS Benain-Noelmina, NTT.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, vol.7, No.2 p.74-79.

    Supangat, A.B., Donie S., dan Harjadi B., 2003. Kajian Erosi dan LimpasanPermukaan pada Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Lahan AkarWangi di Garut. Jurnal Teknologi Pengelolaan DAS, Vol. IX, No.2,Tahun 2003. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA),Bogor.

    Wuryanta A., dan Harjadi B., 2001. Kajian Metode Penajaman Citra Digital Satelit

    Landsat-TM untuk Pemetaan Penutupan Lahan DAS. ProsidingEkspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Teknologi PengelolaanDAS. BTPDAS Surakarta, p.93-101.

    Wuryanta A., Sukresno dan Harjadi B., 2002. Pengaruh Kondisi PenutupanLahan Terhadap Karakteristik Hidrologi di DTW Wonogiri. ProsidingEkspose Hasil Penelitian dan Pengemabnagn Teknologi PengelolaanDaerah Aliran Sungai, Wilayah Indonesia Bagian Barat. BP2TPDASWIBB, Surakarta, p.39-47.