amenorea primer

Upload: dewi-larasati

Post on 14-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Amenorea Primer

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    1/24

    DAFTAR ISI

    Halaman judul .. i

    Daftar isi ii

    I. Pendahuluan . 1

    II. Fisiologi menstruasi . 2

    III. Evaluasi amenorea 4

    IV. Gangguan pada kompartement I

    1. Anomali duktus Mulleri 8

    1. Agenesis duktus Mulleri 92. Insensitifitas androgen (Feminisasi testikuler) .. 11

    V. Gangguan pada kompartement II

    1. Sindroma Turner 122. Disgenesis gonad XY . .. 133. Agenesis gonad 134. Sindroma ovarium resisten . 145. Premature ovarian failure .. 15

    VI. Gangguan pada kompartement III

    1. Gangguan hipofisis anterior .... 162. Amenorea galaktorea .. 16

    VII. Gangguan pada kompartement IV

    1. Kehilangan berat badan, anoreksia, bulimia ... 202. Latihan dan amenorea (exercise and amenorrhea) . 213. Amenorea dan anosmia, Sindroma Kallmann . 21

    VIII. Ringkasan . 22

    IX. Daftar rujukan ... 23

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    2/24

    I. PENDAHULUAN

    Secara berkala, fungsi seksual wanita berada di bawah kendali hormon. Tanda yang khas

    untuk suatu siklus haid adalah timbulnya perdarahan melalui vagina setiap bulan pada

    seorang wanita. Perdarahan ini terjadi akibat rangsangan hormonal secara siklik terhadap

    endometrium.1,2,3,4

    Amenorea dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu:

    1. Amenorea fisiologikAmenorea yang terdapat pada masa sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi

    dan sesudah menopause.

    2. Amenorea patologikLazimnya diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder.

    Amenorea primer, apabila seorang wanita berumur 16 tahun ke atas belum pernah

    dapat haid; sedang pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi

    kemudian tidak dapat lagi.

    Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada

    wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau

    umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder.1,2,6

    Penyebab tidak terjadinya haid dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium

    (folikel), uterus (endometrium), dan vagina. Amenorea primer umumnya mempunyai

    sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainankongenital dan kelainan-kelainan genetik.

    Istilah kriptomenorea menunjuk kepada keadaan dimana tidak tampak adanya haid

    karena darah tidak keluar berhubung ada yang menghalangi, misalnya pada ginatresia

    himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain.3,4

    Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi

    lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan

    bahwa usia menarchedipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum.

    Penulisan referat ini adalah bertujuan untuk memperoleh alur pemikiran dalam

    menghadapi kasus-kasus amenorea primer, sehingga bisa diambil tindakan secara tepat dan

    efisien.

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    3/24

    II. FISIOLOGI MENSTRUASI

    Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

    (deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang

    memegang peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium

    (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang,

    hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisismelalui sekresi

    neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus.

    Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin

    Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasanLutenizing Hormone

    (LH) danFollicle Stimulating Hormone(FSH) dari hipofisis.1,2,4

    Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat dua pusat,

    yaitu pusat tonik dibagian belakang hipotalamus di daerah nukleus arkuatus, dan pusat

    siklik di bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik. Pusat siklik mengawasi

    lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya

    ovulasi. Mekanisme kerjanya juga belum jelas benar.4

    Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan

    satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar

    hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik(feedback) antara

    hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif

    terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika

    kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik

    terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.1,2,4

    Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang

    oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi

    korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel,

    produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasimelindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami

    atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya

    membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase

    folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu

    bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    4/24

    dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur,

    kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif

    terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus,

    mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan

    menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa

    jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH

    itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada

    folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang

    pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin

    terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang

    untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia

    biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan

    oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan

    degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga

    prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu.1,2,4

    Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan

    bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam

    lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 89 hari setelah ovulasi.4

    Luteinized granulose celldalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan

    luteinized theca cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu

    meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 1012 hari setelah ovulasi, korpus luteum

    mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan

    diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada

    manusia tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi

    sendiri (autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum,

    diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa

    LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui.

    Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi

    variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikular.4

    Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari

    Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas.

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    5/24

    Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi),

    waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara

    steroidogenesis pada korpus luteum hingga 910 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu

    diambil alih oleh plasenta.4

    Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan-

    perubahan kadar estrogen, pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan

    oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel

    tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang

    berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus

    yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar

    minimum LH yang terus-menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus

    bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik

    positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan

    sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.4

    III. EVALUASI AMENOREA

    Gejala amenorea dijumpai pada penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang

    bermacam-macam. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan etiologi, tidak

    jarang diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal. Tidak

    semua fasilitas kesehatan mampu melaksanakan semua pemeriksaan, dan hal itu tidak

    selalu perlu. Ada jenis-jenis amenorea yang memerlukan pemeriksaan lengkap, akan tetapi

    ada juga yang dapat ditetapkan diagnosisnya dengan pemeriksaan sederhana.

    Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus diketahui apakah

    amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu diketahui apakah ada hubungan

    antara amenorea dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan emosinal, apakah

    penderita mengidap penyakit akut atau menahun; apakah ada gejala-gejala penyakit

    metabolik dan lain-lain.4

    Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama; keadaan tubuh

    penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga. Apakah penderita

    pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai dengan tingginya, apakah ciri-ciri kelamin

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    6/24

    sekunder berkembang dengan baik atau tidak, apakah ada tanda hirsutisme; semua ini

    penting untuk pembuatan diagnosis.

    Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai jenis

    ginatresis, adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya tumor, ovarium

    dan sebagainya.

    Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus

    amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran

    yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan

    lanjutan.

    Dalam menangani kasus-kasus amenorea haruslah teliti dalam memilih informasi yang

    diperlukan. Meskipun data tambahan tersedia pada waktu tersebut, dijabarkan dari latar

    belakang, pengujian fisik dan evaluasi kelenjar endokrin lainnya seperti tiroid dan

    adrenalin, hal-hal tersebut semestinya tidak digunakan untuk diagnosis sampai keseluruhan

    rangkanya lengkap. Pengalaman telah menunjukkan diagnosis yang prematur seringkali

    terjadi bias, meskipun kadang-kadang bisa tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan

    investigasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    A. Langkah 1

    Langkah awal dalam kerangka evaluasi penderita amenorea, dimulai dari pengukuran

    hormon thyroid stimulating hormones (TSH), kadar prolaktin, dan tes provokasi

    progesteron. Langkah awal untuk pasien galaktorea, tanpa melupakan riwayat

    menstruasi, juga harus diperiksa TSH dan pengukuran prolaktin serta perlu

    ditambahkan pemeriksaan rontgen dari sisi lateral pada sella tursika.1

    Hanya sedikit penderita dengan amenorea dan atau galaktorea menderita hipotiroid

    yang tidak tampak secara klinis. Walaupun kelihatannya berlebihan melakukan

    pemeriksaan kadar TSH untuk penderita yang hanya memberikan hasil yang kurang

    berarti, karena pengobatan untuk hipotiroid sangat mudah dan diperoleh hasil yang

    cepat dari siklus menstruasi. Jika terdapat galaktorea, pengukuran TSH dianjurkan.1

    Rangsangan yang konstan hormon RH dari hipotalamus akan menyebabkan

    hipertrofi atau hiperplasia dari hipofisis. Pemeriksaan rontgen menggambarkan tumor

    dapat dilihat (kelainan, ekspansi, atau erosi dari sella tursika). Penderita dengan

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    7/24

    hipotiroid primer dan hiperprolaktinemia dapat muncul dengan amenorea primer

    maupun amenorea sekunder.1

    Tujuan dari uji progesteron adalah untuk menilai kadar estrogen

    endogendan kompetensi dari saluran genitalia. Uji progesteron yang dilakukan oleh

    Davajan dkk adalah dengan menyuntikkan 100 mg progesteron dalam larutan minyak

    atau medroksiprogesteron asetat (provera) 30 mg peroral selama tiga hari. Respon

    pemberian progesteron dinilai 214 hari setelah pemberian hormon tersebut dan diukur

    kadar LH serum. Speroff melakukan uji progesteron dalam dua pilihan yaitu:

    pemberian progesteron secara parenteral dalam larutan minyak (200 mg) atau secara

    oral dengan medroksiprogesteron asetat 10 mg setiap hari selama lima hari.1

    Dalam 27 hari setelah pemberian progesteron, pasien kemungkinan terjadi

    perdarahan. Hal ini berarti bahwa sistem saluran pengeluaran berada dalam batas

    normal dan adanya uterus yang endometriumnya reaktif terhadap estrogen endogen.

    Dari hasil tersebut dapat ditetapkan adanya estrogen, fungsi yang minimal pada

    ovarium, hipofisis, dan sistem syaraf pusat. Dengan tidak adanya galaktorea, dengan

    kadar prolaktin yang normal, dan kadar TSH yang normal, evaluasi selanjutnya tidak

    diperlukan.1

    Terdapat dua situasi yang terjadi bersamaan dengan respon yang negatif walaupun

    terdapat estrogen endogen yang cukup. Pada kedua situasi, endometrium mengalamireaksi desidua, tetapi kemudian tidak terjadi pelepasan mengikuti penghentian secara

    tiba-tiba dari pemberian progesteron eksogen. Kondisi yang pertama terdapat reaksi

    desidua dari endometrium sebagai respon adanya kadar androgen yang tinggi. Pada

    keadaan kedua merupakan keadaan klinik yang tidak biasa, endometrium mengalami

    reaksi desidua oleh karena kadar progesteron yang tinggiyang berhubungan dengan

    kekurangan enzim adrenal spesifik.1

    Tanpa adanya galaktorea dan jika level serum prolaktin normal (kurang dari 20

    pg/ml), evaluasi lanjutan untuk tumor hipofisis tidak perlu. Jika prolaktin meningkat,

    evaluasi dari sella tursika sangat diperlukan. Dalam kerangka ini, pernyataan berikut

    dapat dijadikan petunjuk praktis klinik: pendarahan positif membutuhkan pengobatan

    progesteron, dan tanpa adanya galaktorea serta kadar prolaktin yang normal dapat

    dijadikan petunjuk bahwa kita dapat mengabaikan adanya tumor hipofisis.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    8/24

    Kenaikan sekresi prolaktin menambah perhatian kita pada keadaan kelenjar

    hipofisis. Untuk menjadi pertimbangan, perlu disampaikan bahwa terdapat laporan

    kasus dengan sekresi ektopik dari lapisan hipofisis pada faring, karsinoma bronkus,

    karsinoma sel-sel renal, gonadoblastoma, pada seorang wanita dengan amenorea dan

    hiperprolaktinemia serta ditemukan juga adanya prolaktinoma pada dinding kista

    dermoid ovarium.1

    B. Langkah 2

    Jika rangkaian pengobatan progesteron tidak memberikan hasil seperti pada langkah di

    atas, apalagi sistem organ target tidak operatif atau perkembangan estrogen dari

    endometrium tidak terjadi. Langkah 2 didesain untuk membuat klarifikasi terhadap

    situasi ini. Pemberian estrogen oral, estrogen dapat merangsang secara aktif baik secara

    kwantitatif maupun durasinya untuk perkembangan endometrium dan pendarahan yang

    aktif dari uterus pada sistem pengeluaran yang ada. Dosis yang sesuai adalah 1,25 mg

    estrogen konjugasi setiap hari selama 21 hari. Tambahan lanjutannya adalah

    progesteron yang aktif secara oral (medroksiprogesteron asetat 10 mg setiap hari

    selama 5 hari terakhir) diperlukan untuk menghasilkan menstruasi.1,3

    Sebagai hasil dari test farmakologis langkah 2, apakah pada penderita dengan

    amenorea tersebut terjadi perdarahan atau tidak. Jika tidak terjadi, diagnosis darikerusakan pada kompartemen I (endometrium, aliran pengeluaran) bisa ditegakkan.

    Jika pendarahan terjadi, bisa diasumsikan bahwa kompartemen I mempunyai

    kemampuan fungsional yang normal jika mendapat rangsangan esterogen.1

    Dari sudut pandang praktis, pada pasien dengan alat genitalia interna dan eksterna

    yang normal dapat ditetapkan dengan pengujian pada panggul, dan tanpa adanya latar

    belakang infeksi atau trauma (seperti kuretase), serta tidak didapatkannya

    ketidaknormalan dari aliran pengeluaran yang tidak sewajarnya. Masalah aliran

    pengeluaran termasuk kerusakan endometrium, secara umum sebagai akibat dari

    kuretase yang berlebihan atau akibat dari infeksi, atau akibat amenorea primer dari

    diskontinuitas atau abnormalitas pada duktus Mulleri.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    9/24

    C. Langkah 3

    Pasien amenorea tidak sanggup menyediakan rangsangan estrogen yang memadai.

    Untuk memproduksi estrogen, ovarium memiliki folikel yang normal dan hormon

    hipofisis yang cukup untuk merangsang organ yang diperlukan. Langkah 3 dirancang

    untuk menentukan apakah 2 komponen yang penting (gonadotropin atau aktifitas

    folikel) berfungsi secara wajar atau tidak.1

    Langkah ini mengikutsertakan pengujian tingkat gonadotropin pada pasien. Karena

    langkah 2 mengikutsertakan pemberian estrogen eksogen, kadar gonadotropin endogen

    mungkin tidak nyata. Sebab itu, penundaan selama 2 minggu setelah langkah 2 mesti

    dilakukan sebelum melaksanakan langkah 3, pengujian gonadotropin.1

    Langkah 3 dirancang untuk menentukan apakah kekurangan estrogen menyebabkan

    kesalahan pada folikel (kompartemen II) atau pada sistem aksis syaraf pusat-hipofisis

    (kompartemen III dan IV). Hasil pengujian gonadotropin pada wanita amenorea yang

    tidak mengalami pendarahan setelah pemberian pemicu progestagen akan

    menghasilkan kadar gonadotropin abnormal yang tinggi, abnormal yang rendah, atau

    pada kadar yang normal.1

    Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang

    memisahkan dalam beberapa kompartemen dimana menstruasi yang normal tergantung.Hal ini berguna untuk memakai evaluasi diagnostik yang memilah penyebab amenorea

    dalam 4 kompartemen, yaitu:

    - Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract

    - Kompartemen II : kelainan pada ovarium.

    - Kompartemen III : kelainan pada pituitri anterior

    - Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).

    IV. GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN I

    A. Anomali duktus MulleriPada keadaan amenorea primer, diskontinuitas oleh gangguan/kelainan segmentaldari

    tubulus Mulleri harus disingkirkan. Observasi langsung dapat menentukan ada tidaknya

    himen imperforata, obliterasi orifisium vaginae dan adanya diskontinuitas kanalis

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    10/24

    vaginalis. Keadaan lain yang jarang ditemukan, yaitu terdapat uterus tetapi tanpa

    terbentuknya kavum uteri, atau terdapat kavum uteri tetapi endometriumnya kurang

    secara kongenital. Kecuali pada kelainan kongenital yang disebutkan terakhir, problem

    klinik amenorea yang didasarkan pada adanya obstruksi menimbulkan adanya keluhan

    nyeri yang disertai distensi dari hematokolpos, hematometra, atau hematoperitoneum.

    Penanganan yang dapat dilakukan dengan insisi dan drainage. Bahkan pada keadaan

    yang disertai komplikasi, perbaikan kontinuitas duktus Mulleri biasanya dapat dicapai

    dengan pembedahan. Sayangnya dapat terjadi konsekuensi dari tindakan ekstirpasi

    operatif terhadap massa yang nyeri di atas berupa kerusakan/trauma pada kandung

    kencing, ureter, dan rektum.1,3,4,7

    Merupakan suatu keuntungan bila mengetahui jenis kelainan sebelum koreksi

    bedah dilakukan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk

    mengetahui abnormalitas anatomik yang akurat. Diagnosis preoperatif akan

    memudahkan rencana dan pelaksanaan terapi bedah.1

    B. Agenesis duktus MulleriTerhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser

    syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea primer dan

    tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab amenorea

    primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan lebih jarang

    dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada vagina atau

    adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak mempunyai

    saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya rudimenter, bikornu.

    Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat mengeluh adanya nyeri

    abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan beberapa tipe

    pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk menunjukkan kariotipe yang

    normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau

    kadar progesteron perifer. Pertumbuhan dan perkembangan penderita normal.1,4

    Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan

    ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur

    uterus tersebut. Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    11/24

    indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak

    diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan lebih

    murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa duktus Mulleri

    tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti berkembangnya uterine

    fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi simptomatis ke dalam kanalis

    inguinalis.1,9

    Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan, maka

    bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan konstruksi

    bedah dengan membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff menganjurkan

    penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula diperkenalkan oleh Frank

    dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah posterior vagina, dan kemudian

    setelah 2 minggu diubah ke arah atasdari aksis vagina, tekanan dengan dilator vagina

    dilakukan selama 20 menit setiap hari. Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan

    makin besar, vagina yang fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu.

    Terapi operatif ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan

    metode Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas

    masih mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi dengan

    adanya simptom retained menstruation. Ada juga yang merekomendasikan untuk

    melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk mengevaluasi kanalis servikalis; jikaserviks atresia, uterus harus diangkat.

    1,2

    Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan kanalisasi

    sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi urin. Septum

    transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan kurang-nya distensi

    introitus pada manuver Valsava.1,2

    Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal merupakan

    satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan emergensi. Keterlambatan

    dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi infertilitas sebagai akibat perubahan

    peradangan dan endometriosis. Pembedahan definitif harus dilakukan sesegera

    mungkin. Diagnostik dengan aspirasi menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena

    dapat menyebabkan hematokolpos berubah menjadi pyokolpos.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    12/24

    C. Insensitifitas androgen (Feminisasi testikuler)Insensitifitas androgen komplit (sindroma feminisasi testikuler) merupakan diagnosis

    yang paling mungkin bilamana terjadi kanalis vaginalis yang buntu dan uterus tidak

    ada. Kelainan ini merupakan penyebab amenorea primer yang ketiga setelah disgenesis

    gonad dan agenesis mullerian. Penderita dengan feminisasi testikuler merupakan

    pseudohermafrodit pria. Kata pria disini, didasarkan pada gonad yang dimiliki

    penderita; jadi individu ini memiliki testes dan kariotipe XY. Pseudohermafrodit

    artinya bahwa alat genitalnya berlawanan dengan jenis gonad-nya; jadi, individu

    tersebut secara fenotif wanita tetapi dengan tidak ada atau sangat kurangnya rambut

    kemaluan dan ketiak.1,2,3,4,7

    Pseudohermafrodit pria adalah genetik dan gonad yang dimilikinya pria dengan

    kegagalan virilisasi. Kegagalan dalam perkembangan pria dapat meliputi suatu

    spektrum dengan bentuk insensitifitas androgen yang inkomplit. Transmisi kelainan ini

    melalui X-linked recessive gene yang bertanggung-jawab terhadap reseptor androgen

    intraseluler.1

    Diagnosis klinik harus dipertimbangkan pada keadaan berikut:4

    - anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes seringkali mengalamiparsial descensus

    - penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus-

    penderita tanpa bulu-bulu di tubuh.Penderita kelihatan normal pada saat lahir kecuali mungkin adanya hernia

    inguinal, dan penderita tidak dibawa ke dokter sampai usia pubertas. Pertumbuhan dan

    perkembangan normal. Payudara abnormal dimana didapatkan jaringan kelenjar tidak

    cukup, puting susu kecil, dan areola mammae pucat. Lebih dari 50% dengan hernia

    inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang, dan blind vagina kurang dalam

    daripada normal. Tuba fallopi yang rudimenter terdiri dari jaringan fibromuskuler

    kadang kala dengan hanya selapis epitel.1

    Karena penderita ini sudah merasakan dirinya sebagai seorang wanita, maka

    kadang-kadang tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Testis yang berada

    intraabdominal perlu dilakukan tindakan pengangkatan karena 10% dari kasus dengan

    testis intraabdominal dapat menjadi ganas. Bila telah diputuskan untuk mengangkat

    testis, maka perlu diberikan pengobatan substitusi hormon.3,4

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    13/24

    V. GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN II

    A. Sindroma TurnerPada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan sindroma

    yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan kubitus valgus.Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan klitoris agak

    membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai wanita.1,3,4

    Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif. Pola

    kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam bentuk

    mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000 kelahiran bayi

    wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkhim

    (streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya uterus, tuba, dan

    vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh dari

    estrogen.1,3,4

    Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat dijumpai

    tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai dengan puting susu

    jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan pubis sedikit atau tidak

    ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas rambut belakang yang rendah, ruas

    tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan

    pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal), dan sebagainya. Pada pemeriksaan

    hormonal ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir

    tidak ada, sedang 17-kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah.4

    Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik

    berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada kasus-

    kasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting yang dapat

    dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh yang pendek

    yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang sangat

    minimal atau tidak ada sama sekali.4

    Pengobatan terhadap penderita sindroma Turner adalah pengobatan substitusi yang

    bertujuan untuk:4

    1. merangsang pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder, terutama pertumbuhan payudara

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    14/24

    2. menimbulkan perdarahan siklis yang menyerupai haid jika uterus sudahberkembang

    3. mencapai kehidupan yang normal sebagai istri walaupun tidak mungkin untukmendapat keturunan

    4. alasan psikologis, untuk tidak merasa rendah diri sebagai wanita.Hormon yang diberikan adalah estrogen dalam kombinasi dengan progestagen secara

    siklis sampai masa menopause atau pascamenopause. Berhubung dengan kemungkinan

    bahwa pemberian estrogen mengakibatkan penutupan garis epifisis secara prematur

    sehingga menghalangi pertumbuhan tubuh, terapi ditunda sampai penutupan garis

    epifisis sudah terjadi.1,4

    B. Disgenesis gonad XYPenderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri yang teraba,

    kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan seksual dikenal sebagai

    sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba falopii, tetapi pada usia pubertas

    gagal terjadi perkembangan mammae dan amenoreaprimer. Gonad hampir seluruhnya

    berupa berkas-berkas tak berdiferensiasi kendati pun terdapat kromosom Y yang secara

    sitogenetik normal. Pada kasus ini, gonad primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat

    melaksanakan fungsi-fungsi testis, termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel hillus

    dalam gonad mungkin mampu memproduksi sejumlah androgen; maka dapat terjadi

    sedikit virilisasi, seperti pembesaran klitoris pada usia pubertas. Pertumbuhan normal;

    tidak terdapat cacat penyerta. Transformasi tumor pada gonadal ridge dapat terjadi

    pada berbagai usia, ekstirpasi gonadal streaksharus dilakukan segera setelah diagnosis

    dibuat, tanpa memandang usia.1

    C. Agenesis gonadalTidak terjadi komplikasi klinis yang terjadi bersama kegagalan gonad pada keadaan

    agenesis ini. Keadaan ini disebut juga sindroma agenesis gonad XY atau sindroma

    regresi testis embrionik. Pada sindroma yang langka ini, genitalis eksterna sedikit

    meragukan, namun hampir menyerupai bentuk wanita. Ditemukan hipoplasia labia,

    derajat tertentu fusi labioskrotum, penis kecil mirip klitoris, dan muara uretra pada

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    15/24

    perineum. Uterus, jaringan gonad, dan vagina tidak ditemukan. Pada usia pubertas tidak

    terjadi perkembangan seksual, dan kadar gonadotropin meningkat. Umumnya penderita

    diasuh sebagai wanita. Dalam kondisi ini, jaringan testis dianggap telah aktif selama

    kehidupan janin sehingga mampu menghambat perkembangan duktus mulleri, tetapi

    fungsi sel leydig minimal. Tanpa informasi yang tepat, hanya dapat diperkirakan saja

    apa yang menjadi penyebab tidak terjadinya perkembangan gonad tersebut. Jadi harus

    diduga bahwa virus dan metabolik yang berpengaruh pada awal kehamilan. Meskipun

    demikian hasil akhirnya berupa hipergonadotropik hipogonadism yang tidak dapat

    diperbaiki kembali. Bila fungsi gonad tidak ada, perkembangan adalah wanita.1

    Pengangkatan gonadal streaksdengan pembedahan diperlukan untuk menghindari

    kemungkinan terjadi neoplasia.

    D. Sindroma ovarium resistenSalah satu keadaan yang menarik dari faktor ovarium yang menimbulkan gangguan

    haid ialah sindroma ovarium resisten gonadotropin, yang dikenal pula dengan istilah

    sindroma ovarium insensitive atau ovarium hiposensitif gonadotropin. Penyebab yang

    pasti dari kelainan ini belum seluruhnya terungkap. Kini yang banyak diperbincangkan

    adalah adanya gangguan pembentukan reseptor-reseptor gonadotropin di ovarium

    akibat proses autoimun.3,15

    Dugaan ke arah diagnosis dari sindroma ovarium resisten gonadotropin ditegakkan

    baik secara klinis mau pun secara laboratoris dan histopatologis. Secara klinis kelainan

    ini ditandai dengan sindroma yang terdiri dari gangguan haid berupa oligomenorea

    sampai amenorea, sedangkan secara laboratoris dijumpai hipergonadotropin dan

    hipoestrogen. Secara histologis pada kelainan ini masih dijumpai struktur jaringan

    ovarium yang normal dengan folikel primordial yang masih utuh.3

    Jarang terjadi penderita amenorea disertai peningkatan kadar gonadotropinwalaupun terdapat folikel-folikel ovarium normal dan tidak ada bukti penyakit

    autoimun. Laparotomi diperlukan untuk sampai pada diagnosis yang benar dengan

    menghasilkan evaluasi histologis ovarium yang adequat. Pemeriksaan ini dapat

    memperlihatkan adanya folikel-folikel tetapi tidak adanya infiltrasi limfositik dengan

    penyakit autoimun. Karena kelainan ini jarang dan kesempatannya sangat kecil untuk

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    16/24

    dapat hamil bahkan dengan pemberian gonadotropik eksogen dosis tinggi, Speroff

    berpendapat bahwa tidak ada manfaat untuk melakukan laparotomi untuk biopsi

    ovarium pada setiap penderita amenorea, gonadotropin tinggi, dan normal kariotipe.1

    Karena penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, maka

    pengobatannya lebih bersifat simptomatis. Banyak peneliti menganjurkan pemberian

    substitusi siklik estrogen dan progesteron.3

    E. Premature ovarian failureKeadaan ini seringkali terjadi, yaitu berupa habisnya folikel ovarium yang terjadi lebih

    awal dari semestinya. Sekitar 1% wanita akan mengalami kegagalan ovarium sebelum

    usia 40 tahun, dan pada wanita dengan amenorea primer, frekuensi berkisar antara

    10%-28%. Etiologi POF tidak diketahui pada kebanyakan kasus. Kemungkinan

    merupakan akibat kelainan genetik dengan peningkatan laju hilangnya folikel.

    Seringkali, kelainan kromosom seks yang spesifik dapat diidentifikasi. Kelainan yang

    paling sering adalah 45-X dan 47-XXY diikuti oleh mosaicism dan kelainan struktur

    kromosom seks yang spesifik. Akselerasi atresia paling sering karena 46-X (sindroma

    Turner). POF dapat disebabkan suatu proses autoimun, atau mungkin destruksi folikel

    oleh infeksi seperti oofritis mumps, atau irradiasi maupun kemoterapi.1,8

    Masalah yang timbul dapat terjadi pada berbagai usia tergantung pada jumlahfolikel yang tersisa. Jika hilangnya folikel berlangsung cepat, akan terjadi amenorea

    primer dan terhambatnya perkembangan seksual. Jika hilangnya folikel terjadi selama

    atau setelah pubertas, kemudian berlanjut sampai dewasa, perkembangan fenotipe dan

    onset terjadinya amenorea sekunder akan sesuai.1

    Mengingat meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan dimana terjadi mulai

    laginya fungsi yang normal, tidak dapat dipastikan bahwa penderita-penderita ini akan

    steril selamanya. Di sisi lain, laparotomi dan biopsi ovarium full thickness tidak

    diperlukan pada semua pasien ini. Sperrof berpendapat bahwa pendekatan yang

    minimal, dengan survey untuk penyakit autoimun (meskipun diakui bahwa tidak ada

    metode klinik yang dapat mendiagnosis secara akurat autoimmune ovarium failure) dan

    penilaian aktivitas ovarium-pituitary sudah mencukupi.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    17/24

    VI. GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN III

    A. Gangguan hipofisis anterior

    Adanya gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis pertama kali fokus kita harus

    tertuju pada adanya masalah tumor hipofisis. Dengan munculnya amenorea, penderita

    dengan perkembangan tumor hipofisis yang perlahan dapat muncul beberapa tahun

    sebelum tumor menjadi besar dan dapat dideteksi secara radiologis. Untungnya, tumor

    maligna tidak terlalu banyak dijumpai. Sampai dengan tahun 1989 tidak lebih dari 40

    kasus yang dilaporkan di literatur internasional. Tetapi tumor jinak dapat menimbulkan

    problem sebab dapat berkembang dan terjadi pendesakan ruangan maupun jaringan

    lain, tumor akan tumbuh ke atas, akan menekan chiasma nervi optici yang

    menyebabkan hemianopsia bitemporalis. Dengan ukuran tumor yang kecil, kelainan

    visual kadang sulit dideteksi.1,4

    Tidak semua massa intrasellar adalah neoplasma. Gumma, tuberkuloma, dan

    deposit lemak telah dilaporkan dan menyebabkan penekanan dan menyebabkan

    amenorea hipogonadotropin. Lesi pada daerah sekitar sella tursika seperti aneurisma

    arteri karotis, obstruksi aquaeduktus Sylvii dapat juga menyebabkan amenorea.1

    B. Amenorea galaktorea

    Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan galaktorea dan berbagai

    keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi yang normal sampai amenorea

    yang diikuti dengan infertilitas. Gangguan yang terlihat mungkin berkaitan dengan

    hiperprolaktinemia ketika adenoma hipofisis yang menekan nervus optikus, traktus

    nervus optikus, chiasma nervi opticiatau nervus kranialis yang lain. Pada pengamatan

    secara radiografi terhadap kelenjar hipofisis pada wanita dengan hiperprolaktinemia

    mungkin didapatkan makroadenoma, mikroadenoma, atau tidak didapatkan adenoma.

    Meskipun untuk memiliki kadar prolaktin yang tingggi, ukuran dari adenoma tidak

    berhubungan secara linier dengan kadar prolaktin.1,2,6,7

    Prolaktin merupakan polipeptida yang terdiri atas 200 asam dengan berat molekul

    antara 19.000 22.000 Dalton. Prolaktin dihasilkan oleh sel-sel laktotrof yang terletak

    di dalam bagian distal lobus anterior kelenjar hipofisis. Hiperprolaktinemia adalah

    suatu gejala yang merupakan hasil dari suatu spektrum yang luas dari kelebihan

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    18/24

    produksi laktotrof dari prolaktin dengan keadaan mulai dari ukuran hipofisis yang

    normal sampai perubahan adenomatosa dengan pembesaran hipofisis. Follow up jangka

    panjang pada wanita hiperprolaktinemia yang tidak diobati menunjukkan bahwa wanita

    dengan adenoma atau tanpa adenoma hipofisis biasanya tidak menunjukkan

    perkembangan dari penyakit sebagai hasil yang nyata dari adanya pengamatan secara

    radiologis.1,3

    Wanita dengan amenorea anovulatoar yang disebabkan oleh perubahan fungsional

    dari hipotalamus mungkin masuk pada kelompok I (insufisiensi hipotalamus-hipofisis)

    atau grup II (disfungsi hipotalamus-hipofisis) dari klasifikasi amenorea yang

    dikeluarkan oleh WHO. Penderita-penderita ini memiliki beberapa macam gangguan

    hipotalamus-hipofisis, tetapi mereka berada dalam prolaktin plasma yang normal.

    Biasanya, beberapa wanita dengan bermacam gangguan diberikan klomifen sitrat untuk

    merangsang ovulasi, termasuk pada penderita dengan kadar prolaktin yang normal.

    Bagaimanapun juga, beberapa dari mereka tidak ada respon pada klomifen sitrat.1

    Bromokriptin diketahui dapat digunakan untuk mengembalikan siklus ovulasi dan

    fertilitas pada beberapa penderita dengan anovulasi hipotalamus, termasuk bila mereka

    memiliki prolaktin darah yang normal. Di lain pihak, bromokriptin dan klomifen sitrat

    dapat secara sinergi sebagai induksi ovulasi, kemungkinan karena memiliki tempat

    kerja yang berlainan.1,3

    Akhir-akhir ini dapat dipastikan, bahwa dari hipofisis bagian depan terdapat

    hormon pelepas tirotropin (TRH) yang mengeluarkan tidak hanya tirotropin, melainkan

    juga hormon pertumbuhan (GH) dan prolaktin. Karena arti fisiologik hubungan

    fungsional antara kedua sistem tersebut sangat kecil, maka dapat disimpulkan bahwa

    tripeptida TRH sesungguhnya bukanlah PRF (prolactine releasing factor). Yang

    mempunyai arti lebih besar dari TRH atau PRF dalam pengaturan prolaktin adalah

    faktor penghambat prolaktin (prolactine inhibiting factor, PIF), yang susunan kimianya

    juga belum dapat dibuktikan sampai sekarang. Dibawah pengaruh meningkatnya

    steroid seks dalam serum, maka pengeluaran PIF dari hipotalamus akan ditekan.

    Peristiwa ini akan mengakibatkan meningkatnya sekresi prolaktin.3

    Peningkatan kadar prolaktin serum yang ringan mungkin disebabkan oleh beberapa

    faktor, termasuk diantaranya pemberian estrogen dan fenotiazin, respon dari stress,

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    19/24

    makanan (khususnya makanan yang banyak mengandung asam amino), hipotiroid

    primer, tumor-tumor hipotalamus-hipofisis. Adenoma hipofisis yang memproduksi

    prolaktin umumnya muncul yang tandai dengan peningkatan kadar prolaktin (sering >

    100 ng/mL). Tumor-tumor hipotalamus dan makroadenoma dapat menekan batang

    hipofisis, menghambat transport dari dopamin dan faktor-faktor hipotalamus-hipofisis,

    dengan hasil hiperprolaktinemia dan berbagai tingkat hipopituitarism. Penderita dengan

    hiperprolaktinemia ringan harus dilakukan eksplorasi tentang riwayat dan dilakukan

    pemeriksaan untuk menentukan keadaan hipofisis, hipersekresi hipofisis, atau efek dari

    penekanan massa. Suatu program istirahat yang berulang, kadar prolaktin puasa, yang

    tetap pada peningkatan yang ringan. Khususnya bila dikombinasikan dengan

    pembesaran hipofisis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis pada sella tursika.1

    Deteksi secara radiologis dari adenoma hipofisis membutuhkan investigasi untuk

    menentukan apakah benar keadaan tersebut merupakan hipersekresi hormon hipofisis,

    atau bukan sekresi hormon-hormon hipofisis. Pada keadaan makroadenoma, harus

    dipikirkan tentang kemungkinan adanya hipopituitarisme sekunder parsial atau komplit

    yang menekan kelenjar jaringan hipofisis atau batang hipofisis. Adenoma nonsekresi

    mencakup 25%-30% dari adenoma hipofisis. Dari hasil pengukuran gonadotropin

    terlihat bahwa 80%-90% adenoma hipofisis nonsekresi adalah adenoma gonadotrofin.

    Adenoma-adenoma ini sering sulit untuk mendiagnosisnya sebab kekurangan tanda

    fenotip dari keadaan klinik, yang biasa digunakan untuk membedakan adenoma-

    adenoma hipofisis sekretoris. Adenoma hipofisis non sekresi biasanya muncul dengan

    manifestasi klinis yang berhubungan dengan efek adanya massa seperti nyeri kepala,

    gangguan visus, dan hipopituitarisma.1,17

    Diagnosis banding dari lesi yang luas pada area sella tursika termasuk diantaranya

    adalah makroadenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma, dan proses inflamasiseperti sarkoid, kista arakhnoid, dan penyakit metastase. Peningkatan kadar FSH, LH,

    subunit, subunit LH dalam sirkulasi menunjukkan adanya suatu adenoma

    gonadotropin. Peningkatan basal FSH, LH, subunit , dan LH telah terdeteksi pada

    lebih dari 40% penderita dengan nonsekresi, adenoma hipofisis yang memproduksi

    gonadotropin.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    20/24

    Pada wanita dan laki-laki, 50% - 60% dari adenoma gonadotropin nonsekresi akan

    menghasilkan FSH, LH, subunit , atau subunit LH dalam respon pada test terhadap

    thyrotropin-releasing hormon. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel pada adenoma

    gonadotropin memiliki sejumlah reseptor TRH, meskipun pada sel gonadotropin

    normal tidak dijumpai adanya reseptor tersebut.1

    Pengobatan dari makroadenoma gonadotropin utamanya adalah pembedahan,

    secara primer dengan melalui transfenoid. Pengobatan secara radiasi mungkin

    merupakan suatu hal penting pada penderita dengan residu penyakit yang signifikan

    atau pertumbuhan tumor yang rekuren. Pengobatan dengan medikamentosa dengan

    bromokriptin saat ini merupakan teknik pengobatan yang penting meskipun mekanisme

    kerjanya masih belum terinvestigasi secara lengkap dan mengkin di masa yang akan

    datang lebih bisa dijelaskan.1

    Upaya pengobatan yang diberikan untuk menurunkan kadar prolaktin yang tinggi

    adalah bromokriptin. Bromokriptin merupakan kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot

    yang bersifat dopaminergik. Bromokriptin merangsang reseptor dopaminergik. Obat

    mempengaruhi susunan syaraf pusat, kardiovaskular, poros hipotalamus-hipofisis dan

    saluran cerna. Bromokriptin menekan sekresi prolaktin yang berlebihan yang terjadi

    pada tumor hipofisis. Dosis obat sangat tergantung dari kadar prolaktin yang ditemukan

    pada saat itu. Kadar prolaktin 2540 ng/ml, cukup tablet bromokriptin/hari. Kadar

    prolaktin mencapai 50 ng/ml, bromokriptin diberikan 2x1 tablet/hari. Efek samping

    yang paling sering dijumpai adalah gangguan gastrointestinal (mual) serta hipotensi

    (pusing).1,3

    Setiap pemberian bromokriptin perlu dilakukan pengawasan yang baik. Perlu

    dicegah pemberian dosis yang berlebihan. Tanda-tanda terjadinya penekanan sekresi

    prolaktin yang berlebihan adalah: kadar prolaktin 2 ng/ml, fase sekresi memendek

    akibat insufisiensi korpus luteum, diameter folikel kecil.1

    Pada setiap hiperprolaktinemia harus terlebih dahulu diketahui apakah peningkatan

    tersebut akibat tumor hipofisis atau karena penyebab lain. Untuk membedakan dapat

    digunakan uji provokasi. Kadang-kadang adanya mikroadenoma tidak dapat diketahui

    secara radiologik, tetapi dengan uji provokasi mikroadenoma ini mudah diketahui.1

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    21/24

    Uji dengan TRH, dimana TRH diberikan intravena dengan dosis 100500 g.

    setelah pemberian ini terjadi peningkatan prolaktin yang mencapai maksimum antara

    1525 menit. Pada wanita yang tidak menderita prolaktinoma terjadi peningkatan 414

    kali dari harga normal, sedangkan wanita dengan prolaktinoma pemberian TRH tidak

    menunjukkan perubahan kadar PRL.1

    VII. GANGGUAN PADA KOMPARTEMEN IV

    A. Kehilangan berat badan, anoreksia, bulimia

    Obesitas dapat diasosiasikan dengan amenorea, tetapi amenorea pada penderita dengan

    obesitas biasanya berhubungan dengan anovulasi, dan keadaan hipogonadotropin tidak

    dapat diketahui meskipun penderita juga didapatkan gangguan emosional yang berat.

    Sebaliknya pengurangan berat badan secara mendadak, dengan berbagai macam cara,

    dapat menyebabkan terjadinya keadaan hipogonadotropin. Diagnosis dari keadaan

    amenorea hipotalamus ini juga merupakan hasil dari disingkirkannya adanya tumor

    hipofisis.1,2,6,7

    Anoreksia nervosa terjadi kebanyakan pada wanita muda terutama wanita dari

    kelas menengah ke atas di bawah umur 25 tahun, tetapi sekarang terjadi juga pada

    berbagai tingkat sosial ekonomi. Beberapa kondisi yang bisa menegakkan diagnosis

    anoreksia nervosa adalah: umur berkisar antara 10-30 tahun, kehilangan berat badan25% atau 15% di bawah berat normal, adanya episode makan berlebihan (bulimia),

    overaktif, baradikardi, amenorea, tidak ditemukan kelainan medis, tidak ditemukan

    gangguan psikiatri. Karakteristik lain diantaranya: konstipasi, tekanan darah yang

    rendah, hiperkarotenemia, diabetes insipidus.1,6

    Membuka tabir secara hati-hati adanya hubungan antara amenorea dengan berat

    badan yang rendah kadang merupakan rangsangan terhadap penderita untuk kembali ke

    berat badan normal dan fungsi menstruasi yang normal. Adakalanya hal ini bila perlu

    untuk melihat penderita secara lebih sering dan perlu pemberian program diet tinggi

    kalori (minimal 2600 kalori) dengan memberikan kebiasaan makan yang benar. Bila

    perbaikannya berlangsung sangat lambat, terapi hormon perlu dipikirkan. Beberapa

    penderita memerlukan intervensi dari ahli jiwa.1,2

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    22/24

    B. Latihan dan amenorea (exercise and amenorrhea)

    Pada abad ke-20, telah ada suatu kewaspadaan bahwa para atlit wanita, dan wanita

    yang memerlukan suatu latihan keras seperti penari balet, tari modern, didapatkan

    insidens yang signifikan adanya gangguan menstruasi sampai adanya amenorea,

    keadaan ini disebut supresi hipotalamus. Dua pertiga pelari memiliki fase luteal, yang

    pendek sehingga terjadi anovulasi. Bila latihan keras tersebut dimulai sebelum menars,

    menars mungkin akan terlambat sampai lebih kurang 3 tahun, dan kejadian menstruasi

    yang tidak teratur akan menjadi lebih tinggi.1,2,6,7

    Kemunculan amenorea ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu suatu kadar kritis dari

    lemak tubuh dan efek dari stress itu sendiri. Para atlit wanita yang senantiasa ikut

    kompetisi/perlombaan memiliki 50% kadar lemak lebih sedikit dibanding dengan atlit

    yang bukan kompetitor. Pengurangan lemak tubuh tidak harus mengurangi berat badan,

    sebab lemak dikonversi menjadi massa otot. Pengamatan secara kritis didapatkan

    bahwa tidak ada hubungan sebab akibat dari lemak tubuh dan gangguan menstruasi

    tetapi hanya satu korelasi saja.1,6,13

    Prognosis dari para atlit wanita mungkin baik. Hanya tingkat reversibilitasnya tidak

    diketahui dengan pasti, meskipun beberapa penelitian menunjukkan mengindikasikan

    bahwa sebagian besar atlit wanita akan mengalami ovulasi kembali bila stress dan

    latihan mulai bisa dibatasi. Namun demikian sebagian atlit tidak menginginkan untuk

    menghentikan untuk menghentikan latihan kerasnya. Pemberian terapi hormonal bisa

    dipertimbangkan pada wanita dengan hipoestrogen guna menjaga agar tidak terjadi

    perubahan pada tulang dan kardiovaskuler.1,6

    C. Amenorea dan anosmia, Sindroma Kallmann

    Suatu kondisi yang jarang pada wanita, yaitu ditandai oleh adanya sindroma

    hipogonadotropik-hipogonadism kongenitalyang berhubungan dengan anosmia atau

    hiposmia, dikenal sebagai sindroma Kallmann. Untuk mempermudah mengingat

    gambaran gejalanya sering disebut juga sebagai sindroma amenorea dan anosmia. Pada

    wanita, gejala yang muncul berupa amenorea primer, perkembangan seksual

    infantil, kadar gonadotropin rendah, kariotipe wanita normal, dan

    ketidakmampuan untuk mempersepsi aroma. Seringkali penderita tidak menyadari

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    23/24

    adanya gangguan penciuman tersebut. Gonad mampu untuk memberikan respon

    terhadap gonadotropin; dengan demikian induksi ovulasi dengan gonadotropin eksogen

    bisa berhasil.1,2,6,7

    Sindroma Kallmann mempunyai kaitan dengan defek anatomi yang spesifik.

    Pemeriksaan MRI (seperti juga pemeriksaan postmortem) memperlihatkan bahwa

    terdapat hipoplasia atau tidak ada sulkus olfaktorius di rhinencephalon. Defek ini

    mengakibatkan kegagalan olfactory axonal dan GnRH neuronal bermigrasi dari

    placode olfaktorius di hidung. Sel-sel yang memproduksi GnRH berasal dari area

    olfaktorius dan bermigrasi selama embriogenesis sepanjang nervus kranialis yang

    menghubungkan hidung danforebrain. Terjadinya sindroma ini sebagai akibat mutasi

    yang melibatkan gen tunggal pada lengan pendek kromosom X yang berisi kode

    pembentukan protein yang mengatur fungsi yang diperlukan untuk migrasi

    neuronal.1,6,7

    VIII. RINGKASAN

    Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada wanita

    yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder normal, atau umur 14

    tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual sekunder. Gangguan yang

    ada bisa terjadi pada kompartemen I (gangguan pada uterus), kompartemen II (gangguanpada ovarium), kompartemen III (gangguan pada hipofisis anterior) atau pada

    kompartemen IV (gangguan pada sistem syaraf pusat).

    Penanganan terhadap amenorea primer disesuaikan dengan kelainan yang terjadi.

    Kelainan yang diakibatkan oleh kelainan endokrinologik, maka diberikan pengobatan yang

    berupa pemberian hormonal. Bila kelainan bersifat psikis, maka pengobatan yang diberikan

    adalah mengeliminasi trauma psikis, bila perlu bekerjasama dengan ahli jiwa. Sedangkan

    kelainan yang diakibatkan oleh kelainan anatomik bisa diberikan dengan memperbaiki

    kelainan anatomis selama hal itu dimungkinkan.

  • 5/24/2018 Amenorea Primer

    24/24

    IX. DAFTAR RUJUKAN

    1. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Clinical gynecologic endocrynologi and infertility. Baltimore: Williams& Wilkins, 1994: 401-456

    2. Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks gynecology.12thedition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832

    3. Baziad A, Alkaff Z. Pemeriksaan dan penanganan amenorea. Dalam: Baziad A, Jacoeb TZ, Surjana EJ,Alkaff Z. Endokrinologi ginekologi. Edisi pertama. Jakarta: Kelompok studi endokrinologi reproduksiIndonesia bekerjasama dengan Media Aesculapius, 1993: 61-70

    4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina PustakaSarwono Prawirohardjo, 1999: 203-223

    5. Jacoeb TZ, Rachman IA, Soebijanto S, Surjana EJ. Panduan endokrinologi reproduksi. Jakarta: Bagianobstetric dan ginekologi FKUI/RSCM, 1985: 10-13

    6. Yen SSC. Chronic anovulation caused by peripheral endocrine disorders. In: Yen SSC, Jaffe RB.Reproductive Endocrinology. 3rdedition. Philadelphia: WB Saunders Company, 1991: 577-673

    7. Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4th edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1967:101-136

    8. Coulam CB. Premature gonadal failure. Fertil Steril 1982, 38: 645-6559. Yeko TR, Parsons AK, Marshall R, et all. Laparoscopic removal of mullerian remnants in a woman with

    congenital absence of the vagina. Fertil Steril 1992, 57: 218-220

    10. Hansen KA, Tho SPT, Gomez F. Nonfunctioning pituitary macroadenoma presenting with mildhyperprolactinemia and amenorrhea. Fertil Steril 1999, 72: 663-665

    11. Lee PA, Rock JA, Brown TR, et all. Leydig cell hypofunction resulting in male pseudohermaphroditism.Fertil Steril 1982, 37: 675-679

    12. Caufriez A. Male pseudohermaphroditism due to 17-ketoreductase deficiency: report of a case withoutgynecomastia and without vaginal pouch. Am J Obstet Gynecol 1986, 154: 148-149

    13. Laatikainen T, Virtanen T, Apter D. Plasma immunoreactive -endorphin in exercise-associatedamenorrhea. Am J Obstet Gynecol 1986, 154: 94-97

    14. Reindollar RH, Novak M, Tho SPT, et all. Adult-onset amenorrhea: a study of 262 patients. Am J ObstetGynecol 1986, 155: 531-543

    15. Talbert LM, Raj MHG, Hammond MG, et all. Endocrine and immunologic studies in a patient withresistant ovary syndrome. Fertil Steril 1984, 42: 741-744

    16. Rebar RW, Connolly HV. Clinical features of young women with hypergonadotropic amenorrhea. FertilSteril 1990, 53: 804-810

    17. Strebel PM, Zacur HA, Gold EB. Headache, hyperprolactinemia, and prolactinomas. Obstet Gynecol1986, 68: 195-199